.


Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah 2 Jan 2016

                                                      
http://filsafat-pemula.blogspot.co.id/
              
                                                                               BAB 1

                                                                      PENDAHULUAN


1.    Latar Belakang

Seni Wayang kulit merupakan salah satu kesenian yang berasal dari tanah Jawa yang erat hubungannya dengan tradisi lokal pada masanya.Khususnya di Cirebon, wayang selain merupakan seni hiburan, juga merupakan media dakwah para wali untuk menyebarkan agama Islam di tanah jawa ini.

Hingga saat ini, seni wayang kulit tetap menunjukan eksistensinya walaupun memang semakin sedikit sekali peminat dan penerusnya akibat pergeseran zaman.Walaupun begitu, masyarakat Desa Mertasinga tetap dan masih melestarikan budaya ini guna menunjukan jati diri sebagai masyarakat yang cinta akan budaya.Seni wayang kulit pun menjadi salah satu seni yang tetap dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakat desa Mertasinga selain sebagai hiburan, juga sebagai pemererat hubungan antar sesama.

Munculnya seni Wayang Kulit di tanah Jawa ini tidak bisa dilepaskan dari salah satu penyebarnya, yaitu Sunan Kalijaga yang mendapat gelar Sunan Panggung yang mana beliau menggunakan Wayang Kulit sebagai media dakwahnya dalam menyebarkan agama Islam.Selain itu, dalam Seni Wayang Kulit pun terdapat makna tasawuf yang dibawa oleh Sunan Kalijaga dalam rangka memasukkan ajaran Islam kedalam Seni itu.

    Dari itulah, tema yang akan dibahas kini, mengenai “Makna Tasawuf dalam Seni Wayang Kulit (Janturan) di Cirebon (studi kasus pagelaran Wayang Kulit di Desa Mertasinga, Cirebon)”




2.    Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.    Apa itu Jantaran dalam Seni Wayang Kulit ?

2.    Apa saja klasifikasi Jantaran dalam Seni Wayang Kulit ?

3.    Apa makna tasawuf yang terkandung didalamnya?



3.    Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian sebagai berikut :

1.    Untuk mengetahui sejarah Sunan Kalijaga sebagai penyebar agama Islam yang menggunakan wayang kulit sebagai media dakwahnya

2.    Untuk mengetahui kandungan tasawuf didalam Seni Wayang Kulit



4.    Manfaat Penelitian

     Agar bisa memahami lebih dalam, bahwa Islam masuk ke tanah Jawa selain yang kita ketahui melalui jalur perdagangan dan pernikahan, juga corak tasawuf telah mewarnai perkembangan Islam khususnya ditanah Jawa melalui Seni Wayang Kulit.


                                              BAB II

                                       PEMBAHASAN


A.    Sejarah Pewayangan Cirebon


a.    Sunan Kalijaga

Didalam naskah Babad Cirebon, tertulis bahwa Sunan Kalijaga merupakan tokoh pencetus pertama pembuatan wayang kulit Cirebon, Pangeran Kajoran merupakan tokoh pertama yang mereproduksi wayang kulit Cirebon, kemudian Sunan Bonang merupakan tokoh pertama yang mengubah aransemen gamelan wayang Cirebon, Sunan Gunungjati merupakan tokoh yang bertanggung jawab atas dibuatnya wayang kulit dan dipergelarkannya pergelaran wayang kulit Cirebon.

Sunan Kalijaga menurut versi Bapak Dalang Teja, dimulai dari seorang sultan dari Mesir bernama Syarif Abdullah memiliki seorang bayi laki-laki.ketika Sunan Kalijaga masih bayi ini ibunya wafat, kemudian Sultan Syarif Abdullah melihat kepada jabang bayi Sunan Kalijaga ini merupakan pertanda yang buruk.Akhirnya, bayi itu dimasukkan kedalam peti dan dibuang kelautan.Kelak kemudian jabang bayi ini ditemukan oleh nelayan di laut di daerah Tuban Jawa Timur.Dan ketika ditemukan bayi ini, kemudian dilaporkan kepada Tumenggung Wilatikta dan kemudian diangkat menjadi anaknya

Menurut Versi Dalang Teja, Dikisahkan bahwa Sunan kalijaga bertemu dengan shangyang kontea atau yudhistira dimana shangyang kontea ini tidak bisa wafat (mati) dikarenakan jimat yang ada pada kepalanya yakni “jimat layang kalimu syada”. Ketika Sunan kali jaga bertemu shangyang kontea ini, shangyang kontea ini berbentuk patung batu yang besar, Sunan Kalijaga tidak menyadari bahwa patung itu hidup.Kemudian Sunan Kalijaga memegang jimat itu lalu beliau pingsan.Dalam pingsannya itu, beliau bermimpi mendapatkan ilmu dari Allah tentang kehidupan sebelumnya yaitu cerita para wayang. Kemudian Shangyang Kontea ini menghentikan tapanya, kemudian barulah ada tanya jawab antara Sunan Kalijaga dengan Shangyang Kontea.Shangyang Kontea ini berasal dari India, Shangyang Kontea melakukan perjalanan ke tanah Jawa demi bertemu dengan Raden Syahid yakni Sunan Kalijaga.Shangyang Kontea memiliki Jimat itu yang membuat dia tidak bisa wafat, kemudian Shangyang Kontea diberi tahu oleh adiknya yakni Batara Kresna untuk melakukan perjalanan ke Pulau Jawa dan bertemu dengan Raden Said di Pulau Panjang(Pulau Jawa).Sebenarnya niat Sunan kalijaga dalam perjalanan ingin berguru ke Sunan Gunung jati di Cirebon.Kemudian Sunan Kalijaga menyuruh memberikan jimat itu Sunan GunungJati dan kemudian Shangyang kontea dibai’at syahadat yang akhirnya wafat.

Peranan Sunan Kalijaga sebagai kreator untuk visual dan seni pergelaran wayang kulit Cirebon.Semua dalang di Cirebon hampir sepakat bahwa pencipta seni wayang kulit adalah Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga biasa disebut Sunan Panggung seperti yang tercatat dalam Tetekon Dalang Cerbon.Keberadaan Sunan Kalijaga dalam pengembangan kesenian wayang di Cirebon memang tidak dapat disangkal lagi.Tradisi lisan maupun keberaksaraan mencatat keberadaan Sunan Kalijaga di Cirebon sejak masa pemerintahan Sunan Gunungjati sampai masa pemerintahan Panembahan Ratu I (1568-1649).Didalam Babad Cirebon, diceritakan bahwa kedatangan Sunan Kalijaga di Cirebon pada awalnya untuk mendalami ilmu tasawuf kepada Sunan Gunungjati.Nyatanya kemudian Sunan Kalijaga pun berhasil mengembangkan talentanya dibidang kesenian, khususnya wayang kulit.Bahkan kesenian khususnya wayang kulit merupakan media andalan yang digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama Islam.Menurut Dalang Teja, Sunan Kalijaga mengartikan dalam menyebarkan agama Islam melalui seni dengan cara memasukkan makna tasawuf kedalamnya seperti :

1.    Wayang untuk mengajarkan Syariat

2.    Berokan atau Barongan untuk mengajarkan ilmu thariqat

3.    Topeng untuk mengajarkan ilmu hakikat

4.    Ronggeng atau tayuban untuk mengajarkan ilmu ma’rifat.


b.    Janturan Wayang Cirebon


Dalam Seni Wayang, terdapat istilah bernama Janturan.Janturan adalah barisan wayang di atas panggung, yang ditancapkan di atas batang pisang, baik sebelah kiri atau pun sebelah kanan. Setiap susunan janturan, baik tengen(kanan) maupun kiwa(kiri) memiliki klasifikasi yang sama.Janturan dimulai dari ukuran wayang yang paling besar hingga keukuran paling kecil.Letak kiwa(kiri) atau tengen(kanan) tidak menunjukan klasifikasi baik buruknya karakter wayang, tetapi merupakan tahapan martabat keimanan yang tercermin dalam ajaran tasawuf cirebon.Bentuk janturan model Cirebon ini mempertentangkan antara teori penciptaan(teori kreasi) dan teori pancaran(teori emanasi).Artinya mengakui adanya kedua teori tersebut.


B.    Makna Tasawuf dalam Janturan Wayang

Urutan pemaknaan Janturan wayang Cirebon berdasarkan teori tasawuf yang terdapat dalam Martabat Pitu, yang dinukil dari kitab Babon Paterkatan yang ditulis oleh Pangeran Muhammad Arifuddin Kusuma Bratawirja dari Kaprabonan Cirebon.Berikut pemaknaannya :

1.    Kemangmang

Menurut kepercayaan orang Cirebon, tokoh Kemangmang adalah sejenis hantu yang hanya memiliki kepala berambut api yang menyala-nyala.Kemangmang sering menakut nakuti orang ketika dipinggir sungai, karena kemangmang tidak memiliki tubuh maka apabila ia menakut-nakuti orang dia akan selalu bertanya malang (melintang) atau mujur (lurus)?Apabila orang yang ditakut-takuti menjawab “mujur”, maka ia akan selamat karena akan keluar lagi dari hantu kepala api itu, akan tetapi jika menjawab “malang” maka tidak akan selamat.

Kemangmang merupakan simbol dari Api, matahari atau sejenisnya.Ki dalang Jumar menggambarkan Dzat Nurullah yang pertamakali muncul dalam alam awang-uwung dengan Kemangmang.Menurut kitab babon petarekatan, Dzat Nurullah berkehendak menampakkan tajalli-nya pada martabat Ahadiyah, pada tataran ini tidak ada yang ada kecuali Dzat Nurullah.

Pada martabat Ahadiyah ini Allah menyaksikan dirinya sendiri.Syahadat pada martabat Ahadiyah ini disebut sebagai syahadat “mu’tawilah”yang berisi”(belum ada langit bumi dan sejenisnya semua itu sudah ada Tuhan Yang Maha Kuasa, berdiri sendiri, satu dzatnya, satu sifatnya).Selain merupakan simbol Nurullah, Kemangmang juga simbol dari api atau Shanghyang Arka(Matahari).Bentuk Kemangmang merupakan susunan dari lajur-lajur lidah api.Kemangmang memiliki wajah berbentuk kala atau raksasa.Menurut Dalang Teja, Kemangmang di Pewayangan Cirebon memiliki bentuk yang sama.


2.    Manuk Beri

Manuk Beri adalah sesosok burung Garuda.Setiap dalang memiliki jenis Manuk Beri yang berbeda.Tokoh manuk Beri kadang digunakan untuk tokoh Jatayu atau terkadang untuk lakon Ramayana.

Manuk berasal dari akronim manuksma atau menjelma, sedangkan beri berarti bersih ing diri atau suci.Gambaran ini menunjukan bahwa ada makhluk ciptaan Allah, yang tidak memiliki nafsu dan senantiasa patuh pada perintah Allah juga tidak pernah melanggar larangan Allah.Mahluk tersebut biasa kita sebut Malaikat.Jadi mengapa Manuk Beri diposisikan pada Janturan Keduaterluar setelah Kemangmang, karena Manuk Beri adalah simbol dari Malaikat, sedangkan Kemangmang simbol dari jin(iblis) yang diciptakan terlebih dahulu.

Dalam ajaran Martabat Pitu, Manuk Beri merupakan simbol Nur Muhammad yang dipancarkan dari Nurullah atau emanasi dari Nurullah, pada martabat Wahdah.Setelah tercipta Nur Muhammad kemudian Nur muhammad melihat sekelilingnya, sebelum Nur Muhammad melihat Nurullah , dia merasa menjadi satu-satunya realitas yang ada pada saat itu (ta’ayyun awal). Namun atas kehendak Nurullah maka Nur muhammad dapat melihat Nurullah.Maka gemetarlah seluruh tubuh Nur Muhammad, kemudian memancarkan keringat yang berupa cahaya.Kemudian dari cahaya yang muncul itu, terciptalah arwah seluruh makhluk yang akan diciptakan Allah.Kemudian Roh Muhammad yang telah tercipta menjadi roh-roh para makhluk tersebut mengucapkan syahadat.Syahadat itu disebut Syahadat Mutawasith kemudian diucapkan oleh seluruh roh pada martabat wahidiyah.

Janturan wayang Kemangmang dan Manuk Beri merupakan lakon wayang individu, yakni perseorangan berbeda dengan janturan wayang yang lain.


3.    Buta Sewu

Menurut Versi pedalangan kasultanan kanoman, Juga menurut Dalang Teja, Buta Sewu melambangkan Nabi Adam atau mahluk yang diciptakan Allah setelah jin iblis dan malaikat.Adam(manusia) merupakan makhluk ketiga yang diciptakan Allah.Maka dari itu, Buta Sewu sebagai lambang Adam diletakkan pada posisi Janturan ketiga.Buta sewu digambarkan sebagai sosok raksasa yang memiliki satu tubuh bertangan empat, berkaki dua dan berkepala seribu.Bentuk ini menggambarkan umat manusia yang jumlahnya jutaan, tetapi berasal dari satu orang, yaitu Adam.Masyarakat Cirebon mengakui adanya teori kreasi(teori penciptaan).Pada saat Adam diturunkan kedunia sampai dengan wahyu kenabian diturunkan kepada Rasulullah Muhammad, mulailah diberlakukan Syahadat Mutaakhiran.

Buta Sewu dapat disimbolkan dengan Martabat Alam Arwah.Kedudukan roh-roh makhluk yang akan diciptakan Allah sebelum menyatu dengan jasadnya.Karena ketika roh adam diturunkan, roh belum masuk ke jasad Adam, roh mengelilingi Adam yang masih berbentuk tembikar (tanah liat) barulah atas perintah Allah, roh itupun masuk ke dalam jasad Adam.


4.    Denawa

Menurut Dalang Teja, sebenarnya Janturan Denawa ini sama dengan Buta Sewu.Urutan Janturan yang ke empat dari kanan paling luar adalah kelompok Denawa.Menurut versi Ki Dalang Suwarta, setelah Buta Sewu Janturan Denawa dimulai dengan Kalagede(Buta Kala bermahkota) kemudian disusul secara berurutan adalah Buta Ula, Buta Yaksa, Buta Plasta(Prahasta), Buta Banteng, dan Kala Ngore.Alasan Kalagede diletakkan setelah Buta Sewu adalah secara teknis tinggi Kalagede agak menyamai tinggi Buta Sewu, namun alasan filosofis adalah setelah terciptanya Adam(disimbolkan dengan Buta Sewu)barulah sejarah zaman (kala) kehidupan manusia dimulai.Menurut Dalang Teja, Gambaran Denawa ini divisualisasikan oleh Iblis yang sudah dalam keadaan di laknat oleh Allah.

Dualisme perilaku dan keyakinan yang digambarkan dalam bentuk visual denawa melambangkan suatu ketidakpastian.Ketidakpastian itu muncul karena kehendak Allah terhadap ciptaannya belum direalisasikan.Ketidakpastian ini dalam faham Martabat Pitu disebut alam Mitsal, yakni suatu keadaan manakala roh sudah ditiupkan kejasad(janin) namun ketentuan Allah atau takdirnya belum diberikan.Ketentuan tersebut berupa Bagja Cilaka, umur, jenis kelamin juga belum ditentukan pada Martabat Alam Mitsal.


5.    Ponggawa

Ponggawa merupakan tokoh wayang berbadan tegap, kokoh, dan besar. Ponggawa melambangkan alam ajsam, alam ajsam adalah kedudukan manakala bentuk fisik manusia telah tercipta dengan sempurna tetapi kesempurnaan fisik itu belum diimbangi dengan kesempurnaan ilmu dan iman kepada Allah.Dalang Teja menggambarkan tokoh Ponggawa ini sebagai tokoh yang berbadan besar, kuat.Akan tetapi masih belum sempurna Pemikirannya.Jadi hanya mengandalkan kekuatan saja.Contoh lakon wayang yang digambarkan disini seperti Wayang Bima, seperti diketahui Bima merupakan figur tokoh wayang yang Kuat akan tetapi belum cerdas pemikirannya.Berbeda dengan Janturan Satria yang akan dibahas Selanjutnya.

Menurut Dalang Teja, Sebenarnya ada masa peralihan antara Januran Ponggawa dengan Satria, yakni Janturan Wanara.Wanara yang merupakan bahasa kawi berarti sejenis Kera.Lakon wayang yang dicontohkan seperti Hanoman.Bila dikaitkan dengan teori penciptaan manusia seperti Teori Darwin, masa peralihan manusia menjadi manusia yang sempurna adalah melalui binatang kera.


6.    Satria

Satria berasal dari kata sa yang berarti menjaga, tri berarti tiga dan a  singkatan dari agama, jadi makna satria adalah menjaga tiga rukun agama yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Kata Iman diambil dari sebuah simbol anatomi tubuh dari satria yaitu dari wajah, badan hingga kaki yang semuanya menggambarkan perilaku baik. Sedangkan Islam adalah pasrah berserah diri kepada Allah. Seorang satria akan mempertaruhkan dan menyerahkan jiwa raganya untuk Allah berupa amar ma’ruf nahi munkar. Bentuk Ihsan yang tergambar dari satria adalah mengemban tugas dan memberikan kasih sayang kepada seluruh alam ini.

Figur satria dapat disepadankan dengan figur Insan Kamil (alam Insan Kamil). Insan Kamil adalah manusia sempurna yaitu manusia manusia yang sudah memiliki kesempurnaan lahiriyah dan batiniyah. Insan kamil adalah manusia yang sudah dapat memenuhi kebutuhan material dan spiritual.


7.    Putren

Tokoh pewayangan yang masuk ke dalam janturan wayang putren adalah Dewi Sumbadra, Dewi Srikandi, Dewi Arimbi, Dewi Kunti, dan sebagainya. Menurut Arti umum janturan wayang putri adalah bahwa yang disebut putri, asal dari kata pu adalah rapu (tua), dan tri itu tiga. Jadi kategori tua itu ada tiga macam, yaitu Tua Sepah, Tua Sepih, dan Tua Sepuh.

Tua Sepah adalah orang yang sudah berusia lanjut tapi tidak berisi atau kosong ilmunya seperti tebu yang sudah diambil zat gulanya tinggal sepah (ampas) nya.

Tua Sepih adalah orang yang sudah berusia lanjut tapi tidak dapat memberikan manfaat ilmunya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.

Tua Sepuh adalah orang yang sudah lanjut usia makin bercahaya karena karomah ilmunya yang bermanfaat bagi orang lain.

 Menurut arti khusus putri mengandung arti juga yaitu put ialah puput (putus), ri itu diri, jadi putri artinya putus ing diri yaitu lepasnya jasmani manusia yang dinamakan mati. Yang dimaksud mati bukanlah mati dibungkus kain putih, tapi “antal mautu qobla mautu” artinya ‘matilah kamu sebelum mati’. Adapun mati di sini adalah nafsunya, yaitu nafsu mencari Tuhan karena sudah ma’rifatullah sehingga tidak nafsu lagi untuk mencari-Nya. Bukan berarti mamatikan nafsu lawammah, amarah, sufiyyah, dan mutmainnah yang berfungsi untuk kemaslahatan syari’at hidup manusia. Karena apabila empat nafsu tadi timatikan akan bertentangan dengan syari’at rukun Islam yaitu zakat dan Haji. Bukannya zakat dan Haji membutuhkan materi agar dapat terlaksana, dan untuk memperoleh materi tersebut dibutuhkan nafsu agar semangat untuk bekerja. Sebenarnya agama Islam menyuruh kita agar menjadi orang kaya lahir dan batin agar bahagia hidup dunia dan akhiratnya, bukan hanya satu sisi tapi kedua-duanya misalnya hanya kaya lahir maka tujuan hidup di alam baqa tidak bakal diketemukan karena terlena dengan kenikmatan lahiriyahnya saja, begitupun sebaliknya banyak orang mengasumsikan bahwa menuntut ilmu hakikat Islam itu nanti malas bekerja dan tidak butuh dunia, tapi yang dua demikian itu keliru. Karena hakekat Islam itu untuk mencapai tujuan agama yaitu kebahagiaan akherat (surga).

Jadi orang yag sudah tahu hakikat Islam harus menjalankan keduanya yaitu Syari’at dan hakikatnya karena ilmu hakikat itu perlu pembuktian wujud agar dapat dirasakan dalam lahiriyah hidupnya, dan untuk merasakan hasil ilmu itu ada di syari’at.

Dalam ajaran tasawuf Cirebon Putri merupakan simbol dari Insan Kamil, kedudukanya sama dengan wayang satria, karena putren merupakan bentuk kesempurnaan dari sebuah ciptaan, maka posisi atau kedudukan dalam martabat pitu sama dengan posisi satria.Namun bagi yang meyakini martabat sanga, putren juga termasuk dalam martbat Insan Kamil yaitu martabat ke delapan.Adapun satria termasuk martabat tujuh.Menurut pangeran Suleman Sulendra Ningrat menejelaskan bahwa martabat sanga terdiri dari :

a.    Martabat Ahadiyah

b.    Martabat Wahdah

c.    Martabat Wahiah

d.    Martabat Alam Arwah

e.    Martabat Mitsal

f.    Martabat Alam Ajsam

g.    Martabat Alam Insan

h.    Martabat Alam Insan Kamil

i.    Martabat Alam Kamil Mukamil

Jika mengaju pada martabat sanga, kelompok putren dapat diklasifikasikan ke dalam martabat Insan Kamil, hal ini karena gambaran visual putren dianggap lebih halus dan lembut tindakannya, lemah lembut tutur katanya dan penampilannya merupakan gambaran keindahan akhlaq.

8.    Jabang

Jabang dalam bahasa Cirebon berarti bayi atau anak kecil.Wayang Jabang merupakan cerminan dari kebersihan diri dan kebersihan manusia.Suci bersih tanpa dosa.Wayang Jabang merupakan simbol spiritual kesempurnaan diri secara batiniah.Dan menurut Pangeran Suleman Sulendiningrat Jabang dapat disamakan dengan Martabat Kamil Mukamil(sampurnaning sampurna) yakni kembali ke fitrahnya yaitu Sempurna.Jadi setiap manusia akan kembali pada Tuhannya dengan sempurna.

9.    Gunungan

Janturan Gunungan melambangkan ke-Esaan Tuhan karna Gunung berasal dari kata Agung dan Gumunung (Maha Luhur).Janturan Gunungan diletakkan bersebelahan dengan satria atau putren atau jabang karena untuk menunjukan hubungan manusia dengan Tuhan.atau juga dapat dimaknai kembalinya manusia harus menghadap Allah SWT, dalam ajaran tasawuf konsep ini disebut wihdatul wujud atau penyatuan dengan Allah”manunggal ing kawula gusti”.


C.     Kesimpulan

           Dari apa yang telah dijelaskan diatas, dapat kita simpulkan bahwa masuknya Islam ke tanah Jawa ini bukan hanya melalui jalur perdagangan ataupun pernikahan saja,  melainkan juga Sunan Kalijaga sebagai pembawa Seni Wayang di Cirebon telah menyisipkan makna ajaran tasawuf didalamnya, khususnya dalam Janturan wayang, terdapat sebuah makna penciptaan makhluk dimuka bumi ini.Diawali dari Iblis kemudian Adam, dan kemudian Adam yang sempurna, hingga kembali bersatu dengan Allah.Dengan kata lain bahwa ajaran tentang tasawuf melekat bukan hanya pada disipli ilmu itu sendiri, melainkan juga pada sebuah Seni.Dan khususnya di Desa Mertasinga, ajaran tasawuf ini masih tetap dipelajari oleh para penganut Tarekat yang diajarkan oleh para mursyidnya kepada pengikutnya.Seni Wayang Kulit yang diadakan setiap ada event besar, bukan hanya menjadi sebuah ritual ataupun hiburan semata.Melainkan untuk mendalami makna yang terkandung didalamnya.

Comments
2 Comments

{ 2 komentar... read them below or Comment }

- Copyright © Ensiklopedia Tasawuf Filsafat dan Informatika FFSS - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Fitrah Ali Yusuf -