- Back to Home »
- Filsafat Islam »
- Ibnu Rusyd
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
7 Jun 2014
Ibnu Rusyd
Biografi Ibnu Rusyd
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova,
1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya
adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di
Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.
Pendidikan awalnya dimulai dari belajar Al-Qur’an di rumahnya sendiri
dengan ayahnya. Selanjutnya ia belajar dasar-dasar ilmu keislaman
seperti Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Ilmu Kalam, bahasa Arab dan Sastra.
Dalam ilmu fiqih ia belajar dan menguasai kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu Muhammad Ibn Rizq dalam disi[plin ilmu perbandingan hukum islam (fiqh ikhtilaf) dan kepada Ibn Basykual dibidang hadits. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat ia belajar kepada Abu Ja’far Harun al-Tardjalli (berasal dari Trujillo). Selain itu gurunya yang berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zhuhr.
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalakannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif ketika itu.
Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang pencinta Ilmu ini malah berdiskusi dengan ibnu thufail tentang masalah-masalah di atas. Khalifah Abu ya’kub dengan
fasih dan lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif
pendapat-pendapat seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan ibnu thufail,
sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa khalifah
yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan
ilmu filsafat pendapat-pendapat mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd
kagum pada pengetahuan khalifah tentang filsafat. Karenanya ia pun
berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan pertama ini ternyata
membawa berkah bagi ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordoba, selain tu pada tahun 1182 ia kembali keistana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti ibnu thufail.
Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd
sebagaimana perlakuan ayahnya, namun pada 1195 mulai terjadi
kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang para filsafat
dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia
harus berhadapan oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan
punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara
mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatnnya. Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne,
sebuah perkampungan yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebela
selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang
berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang
tidak dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’
dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di afrika), Abu Ja’far al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal,
khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali
memihak kepada pemikiran kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg
sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi
Ibn Rusyd an memanggilna kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali
mendapat perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/
10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa
tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya,
Cordova.
Pemikiran Ibnu Rusyd
Agama dan Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang
baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal
ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam.
Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran
mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat
digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela
keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama
dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan imam Ghazali
dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya.
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan
filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar
tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini
syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti
yang jelas dalam firman Allah : “Apakah mereka tidak memikirkan
(bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah.” (Al-Araf: 185) dan firman Allah suiarah Al-Hasyr: 2
yang artinya: “Hendaklah kamu mengambil Itibar (ibarat) wahai
orang-orang yang berakal”. Bernalar dan ber’itibar hanya dapat
dimungkinkan dengan menggunakan Qias akali, karena yang dimaksud dengan
I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari
apa yang belum diketahui.
Qyas akali merupakan suatu keperluan yang tidak dapat dielakkan.
Setiap pemikir wajib mempelajari kaidah-kaidah kias dn dalil serta
mempelajari ilmu logika dan falsafah. Bernalar dengan kaidah yang benar
akan membawa kepada kebenaran yang diajarkan agama, karena kebenaran
tidak saling bertentangan, tapi saling sesuai dan menunjang.
Seperangkat ajaran yang disebut dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai
sesuatu yang pada lahirnya berbeda dengan filsafat, sehingga difahami
bahwa filsafat itu bertentangan dengan agama. Dalam hal ini Ibnu Rusyd
menjawab dengan konsep takwil yang lazim digunakan dalam masalah-masalah
seperti ini.
Dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat yang harus difahami menurut lahirnya,
tidak boleh dita’wilkan dan ada juga yang harus dita’wilakan dari
pengertian lahiriah.
Adapun jika keterangan lahiriahnya sesuai dengan keterangan filsafat,
ia wajib diterima menurut adanya. Dan jika tidak, ia harus dita’wilkan.
Namun ta’wil itu sendiri tidak sembarang orang dapat melakukannya atau
disampaikan kepada siapa saja. Yang dapat melakukan ta’wil itu adalah
para filosof atau sebagian mereka, yakni orang-orang yang telah mantap
dalam memahami ilmu pengetahuan. Adapun penyampaian ta’wil itu dibatasi
pada orang-orang yang sudah yakin, tidak kepada selain mereka yang
ampang menjadi kufur.
Agama islam kata Ibn Rusyd tidak mengandung dalam ajarannya hal-hal
yang bersifat rahasia, seperti ajaran trinitas dalam agama Kristen.
Semua ajarannya dapat dipahami akal karena akal dapat mengetahui segala
yang ada. Dari itu, iman dan pengetahuan akali merupakan kesatuan yang
tidak bertentangan, karena kebenaran itu, pada hakikatnya adalah satu.
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib
seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan
lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang
seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambing atau simbolm bagi hakikat
akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang
mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal
yang tidak mampu akal memahaminya.
Metafisika
Dalil wujud Allah
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang
pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai
ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang
dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dank arena
itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak
saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang
terpelajar.
Dalil ‘inayah (pemeliharan)
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan
manusi. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan kelangsungan
manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan wujud manusia. Dan
kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang
sengaj diciptakan demikian oleh sang pencipta bijaksana.
Dalil Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini,
seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan,
tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda
mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang
menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa
tundujk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin
mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat
segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada
semua realitas ini.
Dalil Gerak.
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi
dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh
Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak
tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Dan semua jenis
gerak berakhir pada gerak pada ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada
yang bergerak pad dzatnya dengan sebab penggerak pertama yang tidak
bergerak sama sekali, baik pada dzatnya maupun pada sifatnya.
Akan tetapi, Ibn Rusyd juga berakhir pada kesimpulan yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa gerak itu qadim.
Sifat-sifat Allah.
Adapun pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-sifat Allah berpijak pada
perbedaan alam gaib dan alam realita. Untuk mengenal sifat-sifat Allah,
Ibn Rusyd mengatakan, orang harus menggunakan dua cara: tasybih dan
tanzih (penyamaan dan pengkudusan). Berpijak pada dasar keharusan
pembedaan Allah dengan manusia, maka tidak logis memperbandingkan dua
jenis ilmu itu.
Fisika
Materi dan forma
Seperti dalam halnya metafisika, ibnu rusyd juga di pengaruhi oleh
Aristoteles dalam fisika. Dalam teori Aristoteles, ilmu fisika membahas
yang ada (maujud) yang mengalami perubahan seperti gerak dan diam. Dari
dasarnya itu, ilmu fisika adalah materi dan forma.
Sifat-sifat jisim.
Adapun sifat-sifat jisim ada empat macam, yaitu: Gerak, Diam, Zaman, Ruang
Bangunan alam.
Para filosof klasik mengatakan, bahwa bentuk bundar adalah yang
paling sempurna, sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang paling
Afdol. Gerak inilah yang kekal lagi azali. Dengan sebab gerak ini, maka
jisim-jisim samawi memiliki bentuk bundar. Karena jisim-jisim ini
bergerak melingkar, maka alam semesta ini merupakan sesuatu planit yang
bergerak melingkar.Dan planit ini hanya satu saja, sehingga tidak ada kekosongan. Demikianlah alam falak itu saling mengisi.
Jadi alam ini terdiri dari jisim-jisim samawi yang tunggal dan
benda-benda bumi yang terdiri dari percampuran emoat anasir melalui
falak-falak. Dari percampuran ini timbulah benda-benda padat, tumbuhan
hewan, dan akhirnya manusia.
Manusia
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori
Aristoteles. Sebagi bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsure
materi dan forma.. jasad adalah materi dan jiwa adalah forma. Seperti
halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi jiwa sebagai
“kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis.” Jiwa disebut sebagai
kesempurnaan awal untuk membedakan dengan kesempurnaan lain
yangmerupakan pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai
perbuatan. Sedangkan disebut organis untuk menunjukan kepada jisim yang
terdiri dari anggota-anggota.
Kenabian dan Mu’jizat
Allah menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan
sebagai bukti bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang
berasal darinya, dan tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul,
mukzizat itu meliputi dua hal yang berhubungan dengan ilmu dan yang
berhubungan dengan amal. Dalam hal yang pertama, rasul itu
memberitahukan jenis-jenis ilmu dan berbagai amal perbuatan yang tidak
lazim diketahui oleh manusia. Suatu hal yang diluar kebiasaan
pengetahuan manusia, sehingga ia tidak dapat mengetahuinya adalah bukti
bahwa orang yang membawanya adalah rasul yang menerima wahyu dari Allah,
bukan dari dirinya.
Ringkasnya Ibnu Rusyd membedakan dua jenis mukjizat: mukjizat ekstern
yang tidak sejalan dengan sifat dan tugas kerasulan, seperti
menyembuhkan penyakit, membelah bulan dan sebagainya. Dan mukjizat
intern yang sejalan dangan sifat dan tugas kerasulan yang membawa
syariat untuk kebahagiaan umat manuisia. Mukjizat yangpertama yang
berfungsi sebagai penguat sebagai kerasulan. Sedangkan yang kedua
sebagai bukti yang kuat tentang kerasulan yang hakiki dan merupakan
jalan keimanan bagi para ulama dan orang awamsesuai dengan kesanggupan
akal masing-masing.
Politik dan Akhlak
Seperti yang telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai
makhluk social, manusia perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada
kerakyatan. Sedangkan kepala pemerintah dipegang oleh orang yang telah
menghabiskan sebagian umurnya dalam dunia filsafat, dimana ia telah
mencapai tingkat tinggi . pemerintahan islam pada awalnya menurut Ibnu
rusyd adalah sangat sesuai dengan teorinya tentang revublik utama,
sehingga ia mengecam khalifah muawwiyah yang mengalihkan pemerintahan
menjadi otoriter.
Dalam pelaksanaan kekuasaan hendaknya selalu berpijak pada keadilan
yang merupakan sendinya yang esensial. Hal ini karena adil itu adalah
produk ma;rifat, sedangkan kezaliman adalah produk kejahilan.
Karya-karya Ibn Rusyd
Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam
filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari
bandingnnya, karena menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya ia tak
pernah membaca dan menelaah kitab, kecuali pada malam ayahnya meninggal
dan dalam perkawinan dirinya.
Karangannya meliputi berbagai-bagai ilmu, seperti fiqih, usul,
bahasa, kedokteran, astronom politik, akhlak dan filsafat. Tidak kurang
dari sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya
merupakan karangan sendiri, atau ulasan atau ringkasan. Karma sangat
tinggi penghargaannya terhadap aristoteles, maka tidak mengherankan jik
ia memberi perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan meringkaskan
filsafat Aristoteles. Buku-buku yang lain yang diulasnya adalah buku
Karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu
Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu Bajjah.
Karya-karya aslinya dari Ibnu Rusyd yang penting, yaitu:
- Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
- Kulliyat fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
- Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab.
- Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
- Taslul, Tentang Ilmu kalam.
- Kasful Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.
- Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
- Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya masing-masing.
- Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)
- Al-da’awi, dll.