- Back to Home »
- Filsafat Islam »
- Ibnu Tufail
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
7 Jun 2014
Ibnu Tufail
Biografi Ibnu Tufail
Biografi Ibnu Tufail
Nama
lengkap Ibnu tufail adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Abd Al Malik Ibnu Muhammad
ibnu Muhammad Ibnu Tufail. Lahir di Cadix, provinsi Grada sepanyol pada tahun
506/1110 M. Ia termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Dalam bahasa
lain ia terkenal dengan Abu Bacer.
Sebagaimana
Filosof Muslim di masanya, Ibnu Tufail memiliki disiplin ilmu dalam berbagai
bidang.
Selain terkenal sebagai filosof muslim yang gemar
menuangkan pemikirannya dalam kisah-kisah ajaib dan penuh dengan kebenaran, ia
juga seorang dokter, ahli matematika dan kesusastraan (penyair) dari dinasti
Al-Muwahhid Spanyol. Ia memulai kariernya sebagai dokter praktik di Granada.
Lewat ketenarannya sebgai dokter ia diangkat menjadi sekretaris
gubernur di provinsi itu. Kemudian, Ibnu Thufail menjadi sekretaris pribadi
Gubernur Cueta (Arab: Sabtah) dan Tangier (Arab : Thanjah / Latin : Tanger) oleh
putra Al Mukmin, penguasa Al Muwahhid Spanyol. Selanjutnya menjadi dokter
pemerintah dan sekaligus menjadi qadhi.
Pada masa Kholifah Abu Ya’kub, Ibnu Thufail mempunyai pengaruh
yang besar dalam pemerintahan. Disisi lain, khlaifah sendiri memang seorang
pecinta ilmu pengetahuan dan secara khusus adalah peminat filsafat dan memberi
kebebasan.
Dari sini dapat kita pahami bahwa transformasi filsafat dan keilmuan Ibnu
Thufail dapat dilakukan dengan mudah. Sikapnya
itu menjadikan pemerintahannya sebagai pemuka pikiran filosofis dan membuat
spanyol seperti apa yang dikatakan R. Briffault, yang dikutib Bakhtiar Husain
Siddiqi dalam bukunya A History of Muslim Philosophy sebagai “tempat
kelahiran kembali negeri eropa”. Posisi ibnu Thufail disini adalah pakar dalam
pemikiran filosofis dan ilmiah.
Adapun Karier Ibnu Thufail sebagai dokter berakhir pada tahun
587/1182 hijriah karena usianya yang sudah lanjut. Dan ia menganjurkan kepada
khalifah supaya muridnya, Ibnu Rusyd menggantikan kedudukannya. Khalifah
meluluskan permintaannya dan langsung mengangkat Ibnu Rusyd sebagai dokter
istana.
Tapi dia tetap mendapatkan penghargaan dari Abu Yaqub dan setelah dia meninggal
pada tahun 581 H / 1185 M) di Marakesh (Maroko) dan dimakamkan disana,
Al-Mansur sendiri hadir dalam upacara pemakamannya.
Adapun mengenai karya-karyanya, Buku-buku biografi menyebut bahwa
karangan ibnu Thufail menyangkut beberapa lapangan filsafat, seperti filsafat
fisika, metafisika, kejiwaan dan lain sebagainya, disamping surat-surat yang
dikirimkan kepada Ibnu Rusyd. Namun karangan-karangan itu tidak sampai kepada
kita kecuali risalah Hayy bin Yaqadhan yang merupakan intisari pemikiran
filsafat Ibnu Thufail.
Risalah ini ditulis atas permintaan salah seorang kawannya untuk
mengintisarikan filsafat timur. Karya ini merupakan suatu kreasi yang unik dari
pemikiran filsafatnya. Sebelumnya, judul ini telah diberikan oleh ibnu Sina
kepada salah satu bukunya. Demikian juga nama tokoh dalam cerita itu. Bahkan,
sebelum Ibnu Sina, kisah ini sudah ada seperti kisah arab kuno, hunain ibnu
Ishaq, Salman dan Absal, Ibnu Arabi. Namun, ibnu Thufail berhasil menjadikan
kisah ini menjadi kisah roman filosofis yang unik.
Keunikan itu terlihat pada ketajaman filosofisnya yang menandai
kebaharuan kisah tersebut. Kisah ini merupakan kisah paling asli dan indah pada
abad pertngahan. Terbukti, baku ini telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa
seperti, Ibrani, Latin, Ingrgris, Belanda, Prancis, Spanyol, Jerman dan
lain-lain.
Filsafat
Ibnu Tufail
Filsafat
ibnu Thufail merupakan pemikiran yang baru dalam filsafat islam yang belum
pernah dilakukan para filosof muslim sebelumnya. Terutama dalam hal pembuktian
adanya tuhan. Penjabaran yang diberikan ibnu Thufail cukup gamlang dan dapat
dipahami oleh nsemua golongan orang. Berbeda dengan Ibnu Sina. Pembagian wajib
al wujud min ghairih dan mumkin al wujud bi dzatihi, seperti
yang dikatakan Prof. Dr. H . Sirajudin Zar, yang dikutib dari Muhammad Athif Al
Iraqiy, agak membingungkan. Karena dalam konsep Wajib ada unsur mumkin.
Secara
umum, pemikiran filsafat ibnu Thufail dapat kita lihat dalam karyanya: Hay
Ibnu Yaqhan. Roman Filsafat itu menggambarakan orang yang mempunyai akal
fikiran sebagai fitroh bagi setiap manusia. Absal merupakan orang yang berilmu
dan beragama islam, dimana ilmunya telah dilengkapi dengakan wahyu. Sedangkan
salman menggambarkan tentang masyarakat.
Sebagaimana
diketahui, Ibnu Thufail tidak merasa puas dengan filsafat Al Ghazali untuk
mencari kebahagiaan dan kebenaran tuhan, tetapi lebih cendrung kepada
perenungan fikiran sebagaimana dilakukan Al Farabi. Ibnu Thufail termasuk
pengikut aliran Kontemplatif filsafat arab yang disebut isyrok, suatu teori neo
platonisme kuno dan dekat dengan aspirasinya kepada mistik modern.
Menurut Amir Ali, sebagaimana dikutip oleh Muslim Ishak dalam buku Tokoh-tokoh
Filsafat Islam Dari Barat, Filsafat Kontemplatif Ibnu Thufail tidak
didasarkan atas exsaltasi mistik, tetapi atas suatu mode yang mana intuisi
digabungkan dengan pencarian akal. Hal ini dapat dilihat sebagaimana dalam
kisah Hay, dimana, akal memiliki perkembangan yang berngsur-angsur dan
berturut-turut dari seseorang yang tidak mendapat asupan pendidikan dari luar.
1.
Metafisika
(Ketuhanan)
Seperti
para filosof sebelumnya, ibnu Thufail memulai filsafatnya dengan filsafat
ketuhanan. Dalam membuktikan adanya tuhan ibnu Thufail mengemukakan tiga
argument sebagai berikut:
a.
Argumen
Gerak
Gerak alam menjadi bukti
adanya Allah. Baik bagi orang yang meyakini alam baharu maupun bagi orang yang
yang meyakini alam kadim. Bagi orang yang meyakini alam itu baharu, gerak alam
berarti dari ketiadaan hingga alam itu ada (diciptakan). Oleh karena itu,
keberadaan alam dari ketiadaan itu mestilah membutuhkan pencipta yaitu Allah.
Sementara bagi orang yang mengatakan bahwa alam itu kadim, gerak alam berarti
tidak berawal dan tidak berakhir. Karena zaman tidak mendahuluinya, arti gerak
ini tidak didahului oleh diam. Disini, penggerak alam (Allah) berfungsi
mengubah materi dari alam potensial ke actual. Mengubah dari satu bentuk
kebentuk yang lain.
Sirajuddin Zar dalam buku
filsafat islam, Filosof dan filsafatnya mengatakan, inilah letak
keistimewaan argumen gerak ibnu thufail, yakni dapat dipahami oleh semua
golongan. Dengan argumen diatas, secara tidak langsung, Ibnu Thufail memperkuat
argumentasi bahwa tanpa wahyu akal dapat mengetahui adanya Allah.
b.
Argumen
Materi
Argumen gerak Ibnu Thufail
juga digunakan untuk mebuktikan adanya tuhan. Argumen ini didasarkan pada ilmu
fisika yang masih ada korelasinya dengan argumen yang pertama (al harakat). Hal
ini dikemukakan Ibnu Thufail dalam kelompok pikiran yang terkait satu sama lain
yakni, segala yang ada tersusun dari materi dan bentuk, setiap materi
membutuhkan bentuk, bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak dan segala
yang ada untuk bereksistensi membutuhkan pencipta.
Bagi yang meyakini alam itu
kadim, pencipta ini berfungsi mengeksistensikan wujud dari suatu bentuk ke
bentuk yang lain. Sementara bagi yang meyakini alam itu baru, pencipta
berfungsi menciptakan dari ketiadaan menjadi ada. Pencipta disini, merupakan ilat
(sebab) dan alam merupakan ma’lul (akibat).
c.
Argumen
Alghaiyyat dan Al-inayat al ilahiyat
Argumen ini sebenarnya
pernah dikemukakan oleh Ibnu Sina. Tiga sebab yang dikemukakan oleh aristoteles
yaitu materi, bentuk dan pencipta. Ibnu sina melengkapinya dengan ilat al
ghaliyat, sebab tujuan.
Menurut Ibnu Thufail, bahwa
segala yang ada di alam ini memiliki tujuan. Tertentu. Ini merupakan inayah
dari Allah. Ibnu thufail yang berpegang pada argument ini sesuai dengan Al
qur’an, menolak bahwa alam diciptakan secara kebetulan. Alam ini, masih menurut
ibnu Thufail, sangat rapi dan sangat teratur. Semua planet, begitu juga jenis
hewan dan anggota tubuh pada manusia memiliki tujuan tertentu. Demikian tiga
argument yang dikemukakan Ibnu Thufail.
Adapun mengenai Dzat Allah,
Ibnu Thufail sependapat dengan kaum Mu’tazilah sifat-sifat Allah yang maha
sempurna tidak berlainan dengan Dzat-Nya. Allah berkuasa bukan dengan sifat
ilmu dan kudrat yang dimiliki. Melainkan dengan Dzat Allah itu Sendiri.
2.
Fisika
Pada
pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai golongan yang mengakui bahwa
alam itu baru atau mereka yang mengakui alam itu kadim. Mengenai alam ini, Ibnu
Thuifail merupakan penganut keduanya. Ia mempercayai bahwa alam itu baharu
sekaligus alam itu kadim. Alam itu kadim, menurut Ibnu Thufail, karena ia
diciptakan sejak azali, tanpa di dahului zaman. Alam disebut baru karena ia
membutuhkan dan bergantung pada Dzat
Allah.
Ibnu
Thufail mencontohkan, ketika seseorang menggenggam suatu benda, kemudian ia
gerakkan benda tersebut, maka benda itu mesti bergerak mengikuti gerak tangan
orang tersebut. Gerakan benda tersebut tidak terlambat dari segi zaman dan
hanya terlambat dari segi zat. Demikian alam ini, keseluruhan merupakan akibat
dan diciptakan Allah tanpa zaman.
3.
Jiwa
Jiwa
menurut Ibnu Thufail adalah makhluk yang tertinggi martabatnya. Manusia Terdiri
dari dua Unsur yakni jasad dan roh (al-madat al ruh). Badan tersusun
dari unsur-unsur sedangkan jiwa tidak. Jiwa bukan jisim dan bukan pula sesuatu
yang ada didalam jisim. Setelah badan hancur atau mengalami kematian, jiwa
lepas dari badan, dan selanjutnya jiwa yang pernah mengenal Allah yang berada
di dalam jasad akan hidup dan kekal.
Jiwa
terdiri dari tiga tingkat: jiwa tumbuhan (an-nafs al nabawiyat), jiwa
jiwa hewan dan jiwa manusia.
Ketiga jiwa tersebut merupakan sebuah tingkatan dari yang terendah hingga
tertinggi yaitu jiwa manusia. Dalam menjabarkan hal ini, Ibnu Thufail kemudian
mengelompokkan jiwa hubungannya dengan Allah kedalam tiga golongan:
a.
Jiwa
yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah, mengagumi kebesaran
dan keagungannya, dan selu ingat kepadanya, maka jiwa seperti ini akan kekal
dalam kebahagiaan.
b.
Jiwa
yang mengenal Allah Namun bermaksiat, akan abadi dalam kesensaraan.
c.
Jiwa
yang tidak mengenal allah sealam Hidupnya, akan berakhir seperti hewan.
Dalam
hal ini, Sirajudin Zar dalam buku Filsafat Islam berkomentar:
“Agaknya
Ibnu Thufail meletakkan tanggung jawab manusia dihadapan Allah atas dasar
pengetahuannya tentang Allah. Orang yang tahu kepada Allah dan menjalankan
kebaikan, akan kekal dalam kebahagiaan”.
4.
Epistimologi
Ibnu Thufail mengatakan,
seperti tersirat dalam kisah Hay Ibnu Yaqdan, Bahwa makrifat dimulai dari panca
indra. Hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal dan intuisi.
Makrifat dapat dilakukan dengan dua cara: pemikiran atau renungan akal seperti
yang dilakukan filosof muslim; dan tasawuf seperti yang dilakukan oleh kaum
sufi. kesesuaian
antara nalar dan intuisilah yang membentuk epistimologi Ibnu Thufail.
Menurut Ibnu Thufail,
Ma’rifat dengan tasawuf dapat dilakukan dengan latihan-latihan rohani dengan
penuh kesungguhan. Semakin tinggi latihan itu, maka semakin jelas dan hakikat
semakin tersingkap.
5.
Rekonsiliasi
antara Filsafat dan Agama
Hubungan
filsafat dan agama yang dikemukakan oleh Ibnu Tufail adalah filsafat sebagai
bagian kebenaran yang esoteris hanya diperuntukkan bagi orang-orang terbatas
yang memiliki kemampuan untuk memahami pengetahuan-pengetahuan murni. Semantara
masyarakat kebanyakan cukup dengan agama dalam makna literalnya. Agama dalam
pengertian seperti ini diperuntukkan bagi semua orang, tetapi filsafat hanya
bagi orang-orang yang berbakat yang sedikit jumlahnya. Agama diperuntukkkan
bagi orang-orang awam karna mereka tidak memiliki kemampuan untuk keluar dari
sebatas penjelasan-penjelasan lahiriah agama.
Kisah
Hay bin Yaqadhan
Kisah
Hay merupakan cara khusus yang dipakai oleh Ibnu Thufail untuk menjelaskan
filsafatnya. Sebagaimana dikatakan dimuka, penulisan kisah ini merupakan
jawaban atas permintaan temannya yang ingin mengetahui hikmah ketimuran. Adapun
ringkasan kisah tersebut sebagai mana ditulis oleh Ahmad hanafi dalam bukunya Pengantar
Filsafat Islam sebagai berikut:
Seorang
anak tinggal di sebuah pulau
yaitu Hayy ibn Yaqadhan, ia disusui dan di asuh oleh seokor rusa.
Ketika sudah besar ia mempunyai hasrat yang kuat untuk mengetahui dan
menyelidiki tentang sesuatu yang tidak dapat dimengerti olehnya. Ia menyadari
hewan-hewan mempunyai pakain alami dan alat pertahan bagi dirinya, sedang ia
telanjang dan tidak bersenjata. Oleh karena itu, ia menutup dirinya
pertama-tama denga kulit hewan yang telah mati serta memakai tongkat sebagai
alat pertahanan diri. Lambat laun ia mengenal kebutuhan hidup yang lain,
mengetahui cara memakai api, manfaat bulu, tahu menenun dan akhirnya membangun
gubuk sebagai tempat berteduhnya.
Dalam
pada itu rusa pengasuhnya semakin lama semakin tua dan akhirnya mati. Pikiran
manusia yang serba hedak ingin tahu itu, ingin mengetahui sebab terjadinya
perubahan besar pada rusa itu. untuk itu ia membedah salah satu bagian tubuh
dari hewan tersebut, dan dengan cermatnya ia menyelidiki bagian bagia tubuhnya.
Kemudian ia berkesimpulan bahwa jantung merupakan pusat bagi anggota tubuh.
Sesudah
itu ia mempelajari bahan-bahan logam, tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan yang
terdapat di pulau kediamannya, mempelajari suara yang bermacam-macam dan
menirukannya pula. Kemudian ia mempelajari gejala-gejala di angkasa, dan karena
tertarik oleh keragaman yang terdapat pada alam maka ia berusaha untuk
menemukan keseragaman pada kesemuanya.
Akhirnya
ia memastikan bahwa dibalik keanekaragman itu tentu ada keseragaman dan
kekuatan yang tersembunyi dan ganjil, suci dan tidak terlihat. Ia menyebutnya
“sebab pertama atau pencipta dunia”. Kemudian ia merenungkan dirinya sendiri
dan alat yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan. Kemudian arah
penyelidikannya berubah menjadi perenungan terhadap dirinya sendiri. akhirnya
ia menemukan unsur-unsur pertama atau substansi pertama, susunannya, benda,
bentuk, dan akhirnya jiwa dan
keabadiannya.
Dengan
memperhatikan aliran air dan menyusuri sumbernya sampai kepada suatu sumber air
yang memamcar dan melimpah sebagai sungai, maka ia terbimbing untuk mengatakan
bahwa manusia juga mesti mempunyai suatu sumber bersama.
Selanjutnya
ia merenungkan tentang langit, gerakan bintang-bintang, peredaran bulan dan
pengaruhnya atas bumi. Ia kemudian menemukan garis pemikirannya sendiri dan
menjahui pembunuhan hewan-hewan, kemudian ia sudah puas dengan makan
buah-buahan yang masak dan tumbuh-tumbuhan dan hanya dalam keadaan terpaksa ia
memakan daging hewan.
Dari
sini ia beralih dari hanya sekedar pengamat alam menjadi sorang yang mencari
tuhan, dan sebagai ganti dari mencari pengetahuan dengan mengetahui dalil-dalil
dan kesimpulan logika, atau dengan perkataan lain, pengetahuan obyektif,
kemudian ia tenggelam dalam perenungan rohani. Ia memandang keseluruhan alam
semesta sebagai pantulan (refleksi) dari satu tuhan, dan selanjutnya ia senang
melakukan ekstasi (semedi).
Didekat
pulau yang didiaminya itu, terdapat suatu pulau lain dan seorang pandai yang
bernama Absal yang secara kebutulan berkunjung kepulau tempat kediaman Hay. Ia
bertemu dengan Hay dan mengajarkan bahsa kepadanya.
Melaui
informasi yang diperoleh dari Absal, Hay menyadari bahwa metode filsafi yang ia
miliki telah membawa dirinya ke tingkat ma’rifat yang sejalan dengan ajaran
agama. Ia pun tahu bahwa orang yang membawa keterangan-keterangan dan ucapan
yang benar itu adalah Rosul dan ia percaya kepadanya dan mengakui kerasulannya.
Sebaliknya Hay juga menjelaskan pengalamannya dengan Allah kepada Absal.
Ketika
keduanya mebandingkan pikirannya, dimana yang satu belajar dari alam, dan yang
satunya adalah filosofis dan pemeluk agama, ternyata keduanya memiliki simpulan
yang sama.
Dari
Ringkasan cerita tersebut sebenarnya Ibnu Thufail ingin mengemukakan
kebenaran-kebenaran. Adapun kebenaran yang dimaksud sebagaimana disimpulkan oleh
Nadhim al-Jisr dalam buku Qissat al Imam yang juga dikutib Ahmad Hanafi dalam
buku Pengantar Filsafat Islam yaitu:
1.
Urutan
Tangga Makrifat yan ditempuh oleh akal dimulai dari obyek indrawi yang khusus
kepada pikiran universal.
2.
Tanpa
pengajaran dan tanpa petunjuk, akal manusia dapat mengetahui tanda-tanda pada
makhluknya dan menegakkan dalil-dalil atas wujudnya.
3.
Akal
manusia kadang-kadang mengalami ketumpulan dan ketidakmampuan dalam
mengemukakan dalil-dalil pikiran, yaitu ketika hendak ingin menggambarkan
keazalian mutlak, ketidak-akhir-an, zaman qadim, hudus dan dalil yang sejenis
dengan itu.
4.
Baik
Akan menguatkan qadimnya alam atau baharunya, namun kelanjutan dari kepercayaan
tersebut adalah satu juga yaitu tuhan.
5.
Manusia
dengan akalnya sanggup menemukan dasar-dasar keutamaan dan dasar-dasar akhlak
yang bersifat amali dan kemasyarakatan, serta berhiaskan diri dengan
keutamaan-keutamaan dasar akhlak tersebut, disamping menundukkan
keinginan-keinginan badan pada hukum pikiran, tanpa ,melalaikan hak badan atau
meninggalkan sama sekali.
6.
Apa
yang diperintahkan oleh syariat islamdan apa yang diketahui oleh akal yang
sehat dengan sendirinya, berupa kebenaran, kebaikan dan keindahan dapat bertemu
kedua-duanya dalam satu titik, tanpa dipersilisihkan lagi.
7.
Pokok
dari semua hikmah ialah apa yang ditetapkan oleh syara’ yaitu mengarahkan
pembicaraan kepada orang lain menurut kesanggupan akalnya, tanpa membuka
kebenaran dan rahasia-rahasia filsafat kepada mereka. Juga pangkal dari segala
kebaikan ialah menetapi batas-batas syara’ dan meninggalkan pendalaman sesuatu.