- Back to Home »
- Filsafat Islam »
- Ibnu Majah
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
7 Jun 2014
Ibnu
Majah
Biografi Ibnu
Majah
Nama aslinya adalah Abu Bakar Muhammad
Ibn Yahya al-Sha’igh. Di dunia Barat, ia terkenal dengan sebutan
Avempace. Julukannya adalah Ibnul-Sha’igh (anak tukang emas). ia
dilahirkan di Saragosa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M.
Tahun kelahirannya tidak diketahui, akan tetapi diketahui wafatnya,
yakni pada tahun 533 H/1138 M. Sebutan namanya adalah Al-Bajah,
sedangkan Bajjah berasal dari keluarga At-Tujib, karena itu ia juga
dikenal sebagai At-Tujibi.
Menurut literatur sejarah, Ibnu
Majah adalah seorang filosof ansich, bahkan ia bukan hanya seorang
filosof, ia juga menguasai disiplin ilmu pengetahuan, seperti ilmu
kedokteran, astronomi, fisika, matematika, dan juga musik. Ini benar apa
adanya karena dimasa filsafat Yunani belum terjadi pemisahan antara
sains dan filsafat sehingga seorang yang mempelajari salah satunya
terpaksa bersentuhan dengan yang lain. Ia juga aktif dalam dunia
politik, sehingga Gubernur Saragosa Daulat Al-Mutrabith, Abu Bakar Ibnu
Ibrahim Al-Sahwari mengangkatnya menjadi wazir. Tetapi di saat Saragosa
jatuh ketangan Raja Al-Fonso I di Arogan Pada tahun 512 H/1118 M. Ibnu
Bajah terpaksa pindah ke kota Sevillevia Valencia. Nah, di kota ini ia
bekerja sebagai seorang dokter. Kemudian setelah dari sini ia pindah ke
Granada dan selanjutnya berangkat ke Afrika Utara, sebuah pusat kerajaan
Dinasti Murabith Barbar.
Dalam hal ini, seperti penjelasan di
atas; ada sebuah kisah tentang Ibnu Bajjah sehingga bisa demikian,
diungkapkan oleh As-Syuyuti ” suatu hari Ibnu Bajjah memasuki masjid
(jami’ah) Granada. Dia melihat seorang ahli tata bahasa sedang
memberikan pelajaran tata bahasa kepada para murid yang duduk
mengelilinginya. Melihat seorang asing begitu dekat dengan mereka, para
murid muda itu menyapa Ibnu Bajjah dengan sedikit mengejek apa yang
diajarkan oleh ahli hukum itu? Ilmu apa yang dia kuasai dan bagaimana
pandangannya?”coba lihat” sahut Ibu Bajjah, ”aku membawa uang dua belas
ribu dinar di bawah ketiakku”. Sambil berkata begitu di memperlihatkan
dua belas butir mutiara yang sangat indah yang masing masing berharga
seribu dinar. Di lanjut oleh Ibnu Bajjah, katanya; ”aku telah
mengumpulkan pengalaman dalam dua belas ilmu pengetahuan, terutama dalam
ilmu ’Arabiyyah yang sedang kalian bahas ini. Aku rasa kalian termasuk
dalam kelompok ini’. Dia kemudian menyebutkan aliran mereka. Para murid
muda itu mengutarakan kebenaran mereka dan memohon maaf kepadanya”.
Saat
ia melakukan perjalanannya ke Jative di Afrika Utara, ia ditahan oleh
penguasa Al-Murabithun yang bernama Ibrahim Ibnu Yusuf Ibn Tasyfin,
karena dugaan bid’ah. Ia dibebaskan berkat campur tangan qadhi setempat,
ayah atau kakek filsuf Ibnu Rusyd (Averroes), yang tahu betul tentang
apa yang dimaksud Ibnu Bajjah dengan upayanya menarik garis demarkasi
yang jelas dan tegas antara klaim-klaim keimanan dan tujuan-tujuan
filsuf.
Apalagi disaat ada masa kesulitan dan kekacauan dalam
sejarah Spanyol dan Afrika Barat-Laut. Para Gubernur kota dan daerah
menyatakan kemerdekaan mereka. Pelanggaran hukum dan kekacauan melanda
seluruh negeri. Mereka yang bermusuhan saling menuduh sebagai berbuat
bid’ah demi meraih keunggulan dan simpati rakyat. Musuh-musuh Ibnu
Bajjah sudah mencapnya sebagai ahli bid’ah dan beberapa kali berusaha
membunuhnya. Tapi semua usaha mereka ternyata gagal. Akhirnya Ibnu Zhur,
seorang dokter termasyur di masa itu berhasil membunuhnya dengan racun
pada bulan Ramadhan tahun 533 H/1138 M di Fez, tempat ia di kubur di
samping Ibnu al-Arabi muda.
B. Karya-Karyanya
Ibnu
Bajjah adalah seorang yang pintar dan mempunyai analisa paling
cemerlang, senada yang di ucapkan oleh Ibnu Thufail bahwa; Ibnu Bajjah
adalah seorang filosof Muslim yang paling cemerlang otaknya, paling
tepat analisisnya, dan paling benar pemikirannya. Namun, amat
disayangkan pembahasan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah
matang dan sempurna. Ini disebabkan karena ambisi keduniaanya yang
begitu besar dan kematiannya yang begitu cepat.
Di antara
karya-karya Ibnu Bajjah yang terkenal dalam filsafatnya adalah sebagai
berikut: pertama, kitab Tadbir al-Mutawahhid, ini adalah kitab yang
paling populer dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini
berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri
dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat dan negara, yang
disebutnya sebagai Insan Muwahhid (manusia penyendiri), menurutnya,
dengan cara begitu ia dapat berhubungan dengan Al-’Aglul-Fa’al (Full
Force Mind). Memang benar bahwa hidup memencilkan diri pada hakikatnya
lebih baik. Sebagaimana yang dikatankan olehnya, ”untuk itu, orang yang
hidup menyendiri, dalam beberapa segi kehidupannya, sedapat mungkin
harus menjauhkan diri dari orang lain, tidak mengadakan hubungan dengan
orang lain kecuali dalam keadaan mendesak atau terdapat ilmu
pengetahuan, kalau ada. Sikap demikian tidak bertentangan dengan apa
yang disebut dengan ilmu peradaban, dan tidak bertentangan pula dengan
apa yang tampak jelas di dalam ilmu alam. Telah jelas bahwa manusia
adalah berada menurut kodratnya.
Kedua, Risalat al-Wada’,
risalah ini membahas Penggerak Pertama (Tuhan), manusia, alam, dan
kedokteran. Ketiga, Risalat al-Ittisal, risalah ini menguraikan tentang
hubungan manusia dengan Akal Fa’al. Keempat, Kitab al-Nafs, kitab ini
menjelaskan tentang jiwa.
Karya lainnya yang dibuat oleh Ibnu
Bajjah, baik dalam bentuk bahasa Arab atau Bahasa Inggris, sekaligus
menjadi bukti sebuah pengakuan daru dunia luar atas karyanya, antara
lain:
a. Tardiyyah sebuah puisi yang ada di The Berlin Library.
b.
Karya-karya yang di sunting oleh Asin Palacacios dengan terjemahan
bahasa Spanyol dan catatan-catatan yang diperlukan: (i) Kitab An-Nabat,
Al Andalus, jilid V, 1940; (ii) Risalah Ittisal Al-’Aql bi Al-Insan, Al
Andalus, jilid. VII, 1942; (iii) Risalah Al-Wada’ Al-Andalus, jilid
VIII, 1943; (iv) Tadbir Al-Mutawahhid berjudul El Regimen Del Solitario,
1946.
c. Karya-karya yang disunting oleh Dr. M. Shaghir Hasan
Al-Ma’sumi; (i) Kitab An-Nafs dengan catatan dan pendahuluan dalam
bahasa Arab, Majallah Al-Majma’Al-’Ilm Al-’Arabi, Damaskus, 1958; (ii)
Risalah Al-Ghayah Al-Insaniyyah berjudul Ibnu Bajjah on Human End,
dengan terjemahan bahasa Inggris, Journal of Asiatic Society of
Pakistan, jilid II, 1957.
C. Pemikiran Ibnu Bajjah
Ibnu
bajjah adalah seorang filosof yang ahli menyandarkan ilmunya pada teori
dan praktek ilmu-ilmu matematika, astronomi, musik, mahir ilmu
pengobatan dan studi-studi spekulatif seperti logika, filsafat alam dan
metafisika, ibnu bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada
karya-karya al-farabi. Yakni mendasarkan pada realitas adalah wajar.
Ia
menolak teori ilham al-Ghazali serta menetapkan bahwasannya seseorang
dapat mencapai puncak makrifat dan meleburkan diri pada Akal Fa’al. jika
ia telah terlepas dari keburukan-keburukan masyarakat, dan menyendiri
serta dapat memakai kekuatan pikirannya untuk memperoleh pengetahuan dan
ilmu sebesar mungkin, juga dapat memenangkan segi pikiran pada dirinya
atas pikiran hewaninya. Ia juga menyatakan masyarakat perseorangan
itulah yang mengalahkan perseorangan dan melumpuhkan kemampuan-kemampuan
berpikirnya, serta menghalangi dari kesempurnaan, melalui keburukannya
yang membanjir dan keinginannya yang deras. Jadi, seseorang dapat
mencapai tingkat kemulian setinggi-tingginya melalui pemikiran dan
menghasilkan makrifat yang tidak akan terlambat, apabila akal pikiran
dapat menguasai perbuatan-perbuatan seseorang dan mengabdikan diri untuk
memperolehnya.
Keterangan Ibu Bajjah di atas berlawanan
sekali dengan pikiran al-Ghazali yang menetapkan bahwa akal pikiran itu
lemah dan tidak dapat dipercaya, serta semua pengetahuan manusia sia-sia
belaka karena tidak bisa menyampaikan pada suatu kebenaran, maka cara
yang paling baik untuk mencapai makrifat yang benar adalah mendekatkan
pikiran kepada tasawuf (beribadah untuk selalu menjauhkan dunia dan
mendekatkan diri pada Allah).
Dia telah menggunakan metode
penelitian filsafat yang benar-benar lain, tidak seperti al-farabi dia
berurusan dengan masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi
filsafat aristoteles, yang di atasnya dia membangun sistemnya sendiri.
Tapi, dia berkata untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar.
Itulah sebabnya ibnu bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas
karya-karyanya aristoteles. Uraian-uraian ini merupakan bukti yang jelas
bahwa dia mempelajari teks-teks karya aristoteles dengan sangat
teliti.
Akan tetapi, dengan kecerdasan Ibnu Bajjah, walaupun
ia sejalur dengan filsafat aristoteles, ia tidak pernah lari dari ajaran
Islam. Ia berupaya mengIslamkan argumen metafisika Aristoteles
tersebut. Menurutnya Allah tidak hanya penggerak, tetapi ia adalah
Pencipta dan Pengatur alam. Argumen adanya Allah bahwa dengan adanya
gerakan di alam raya ini. Jadi, Allah adalah azali dan gerakannya
bersifat tidak terbatas. Agar pembahasan filsafat menurut Ibnu Bajjah
lebih jelas, lihat filsafatnya dalam uraian di bawah ini :
a. Filsafat Metafisika
Menurut
Ibnu bajjah, segala yang ada (al-maujudat) terbagi dua: yang bergerak
dan yang tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang
sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang
menggerakkan terhadap yang di gerakkan. Gerakan ini di gerakkan pula
oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini di gerakkan oleh
penggerak yang tidak bergerak; dalam arti penggerak yang tidak berubah
yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak
jisim mustahil timbul dari subtansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh
karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak
terbatas) yang oleh ibnu bajjah disebut dengan ‘aql.
Perlu di
ketahui bahwa para filosof muslim pada umumnya menyebut Allah itu adalah
‘aql. Argumen yang mereka majukan adalah Allah pencipta dan pengatur
alam yang beredar menurut natur rancangan-Nya, mestilah ia memiliki daya
berpikir. Kemudian dalam mentauhidkan Allah semutlak-mutlaknya, para
filosof muslim menyebut Allah adalah zat yang mempunyai daya berpikir
(‘aql), juga berpikir (‘aqil) dan objek pemikiranya sendiri (ma’qul).
Keseluruhanya adalah zat-Nya yang Esa.
Ibnu Bajjah percaya
pada kemajemukan akal, iapun mengacu pada akal pertama dan akal kedua.
Ia berpendapat, akal manusia paling jauh adalah akal pertama. Kemudian
ia menjelaskan tingkat-tingkat akal dengan mengatakan bahwa sebagian
akal secara langsung berasal dari akal pertama; sebagian lain berasal
dari akal-akal lain, hubungan antara yang diperoleh dan tempat asal akal
yang diperoleh itu sama dengan hubungan cahaya matahari yang ada di
dalam rumah dan cahaya matahari yang ada di halaman rumah.
Menurutnya;
akal manusia, berlahan-lahan mendekati akal pertama dengan: pertama,
meraih pengetahuan yang didasarkan pada bukti, yang dalam hal itu, akal
paling tinggi direalisasikan sebagai bentuk. Kedua, memperoleh
pengetahuan tanpa mempelajarinya atau berusaha meraihnya. Metode kedua
ini adalah metode orang-orang Sufi, khususnya metode al-Ghazali. Metode
ini memampukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan.
Salah satu bentuk filsafat metafisika Ibnu Bajjah, sebagaimana dalam tulisan Abdul Hadi yang diuraikan seperti di bawah ini;
“…Perbuatan
manusia memiliki sejumlah tujuan yang berbeda tingkatanya. Ada
perbuatan untuk tujuan jasmani, seperti makan dan minum, memakai
pakaian, atau membuat rumah sebagai tempat tinggal. Ada pula perbuatan
dengan tujuan rohani, yang meliputi sejumlah tingkatan yang juga berbeda
seperti; (1) perbuatan memakai pakaian yang indah dan serasi, yang
menimbulkan kenikmatan pada indera batin, (2) perbuatan yang menimbulkan
kenikmatan pada daya khayl, seperti perbuatan memperlengkapi diri
dengan persenjataan, tetapi bukan pada waktu perang, (3) perbuatan
berhimpun sesama orang-orang yang saling bersimpati atau sesama pemain
yang menghasilkan kegembiraan rohani tertentu, (4) perbuatan dengan
tujuan untuk mengaktualkan dengan sempurna daya akal pikiran seperti
upaya mempelajari suatu pengetahuan demi pengetahuan itu, bukan demi
mendapatkan uang atau harta lainnya.
b. Filsafat Jiwa
Menurut
pendapat ibnu bajjah, setiap manusia mempunyai jiwa. Jiwa ini tidak
mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi
manusia. Jiwa di gerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan
alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah antaranya ada berupa buatan dan
ada pula berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini
lebih dahulu dari alat buatan’ yang di sebut juga oleh ibnu bajjah
dengan pendorong naluri (al-harr al-gharizi) atau roh insting. Ia
terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.
Panca indera
merupakan lima unsur dari suatu indera tunggal yaitu akal sehat, dan
akal sebagai realisasi penuh tubuh secara keseluruhan, oleh karena itu
disebut sebagai jiwa (roh). Unsur ini juga mensupalai materi untuk unsur
imajinasi yang terorganisasi, sebab itu unsur ini didahului oleh sensai
yang mensupalai materi kepadanya. Oleh karenanya lagi sensasi dan
imajinasi telah dianggap sebagai dua jenis persepsi jiwa. Tetapi
perbedaan keduanya sangat jeals sepanjang sensai bersifat khusus dan
imajinasi bersifat umum. Unsur imajinatif berpuncak pada unsur penalaran
yang melawatinya orang-orang bisa mengungkapkan dirinya kepada orang
lain dan sekaligus mencapai srta membagi pengetahuan.
Ibnu
Bajjah membagi bentuk kejiwaan menjadi tiga bahagian, antara lain:
pertama, bentuk-bentuk tubuh sirkular hanya memiliki hubungan sirkular
dengan materi sehingga bentuk-bentuk itu dapat membuat kejelasan materi
dan menjadi sempurna. Kedua, kejelasan materi yang bereksistensi dalam
materi. Ketiga, bentuk-bentuk yang bereksistensi dalam indera-indera
jiwa akal sehat, indera khayali, ingatan, dan sebagainya, dan yang
berada di antara bentuk-bentuk kejiwaan dan kejelasan materi.
Bentuk-bentuk
yang berkaitan dengan aktif oleh Ibnu Bajjah dinamakan bentuk-bentuk
kejiwaan umum, sedangkan bentuk-bentuk yang berkaitan dengan akal sehat
dinamakan bentuk-bentuk kejiwaan khusus. Pembedaan ini dilakukan karena
bentuk-bentuk kejiwaan umum hanya memiliki satu hubunganyang menerima.
Sedangkan bentuk kejiwaan khusus memiliki dua hubungan-hubungan khusus
dengan yang berakal sehat dan hubungan umum dengan yang terasa.
Misalnya; seorang manusia ingat akan bentuk Taj Mahal; bentuk ini tidak
berbeda dari bentuk nyata Taj Mahal kalau benda itu berada di depan mata
bentuk ini, selain memiliki hubungan khusus seperti yang tersebut di
atas, juga hubungan dengan wujud umum yang terasa sebab banyak orang
melihat Taj Mahal.
c. Filsafat Etika
Ibnu Bajjah
membagi perbuatan manusia kepada dua bagian. Bagian pertama, ialah
perbuatan yang timbul dari motif naluri dan hal-hal lain yang
berhubungan denganya, baik dekat atau jauh. Bagian kedua ialah perbuatan
yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang bersih dan
tinggi dan bagian ini disebutnya, perbuatan-perbuatan manusia.
Pangkal
perbedaan antara kedua bagian tersebut bagi ibnu bajjah bukan perbuatan
itu sendiri melainkan motifnya. Untuk menjelaskan kedua macam perbuatan
tersebut, ia mengemukakan seorang yang terantuk dengan batu, kemudian
ia luka-luka, lalu ia melemparkan batu itu. Kalau ia melemparnya karena
telah melukainya maka ia adalah perbuatan hewani yang didorong oleh
naluri kehewananya yang telah mendiktekan kepadanya untuk memusnahkan
setiap perkara yang menganggunya.
Kalau melemparkanya agar batu
itu tidak mengganggu orang lain,bukan karena kepentingan dirinya, atau
marahnya tidak bersangkut paut dengan pelemparan tersebut, maka
perbuatan itu adalah pekerjaan kemanusiaan. Pekerjaan yang terakhir ini
saja yang bisa dinilai dalam lapangan akhlak, karena menurut ibnu bajjah
hanya orang yang bekerja dibawah pengaruh pikiran dan keadilan
semata-mata, dan tidak ada hubunganya dengan segi hewani padanya, itu
saja yang bisa dihargai perbuatanya dan bisa di sebut orang langit.
Setiap
orang yang hendak menundukkan segi hewani pada dirinya, maka ia tidak
lain hanya harus memulai dengan melaksanakan segi kemanusiaanya. Dalam
keadaan demikianlah, maka segi hewani pada dirinya tunduk kepada
ketinggian segi kemanusiaan, dan seseorang menjadi manusia dengan tidak
ada kekuranganya, karena kekurangan ini timbul disebabkan ketundukanya
kepada naluri.