- Back to Home »
- Filsafat Islam »
- Al-Razi
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
7 Jun 2014
Al-Razi
Biografi Al-Razi
Al-Razi bernama lengkap Abu Bakr Muhammad bin
Zakariyya al-Razi. yang dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan
sebutan Razes. Dia lahir di Rayy, sebuah kota tua yang dulu bernama
Rhogge, Propinsi Khurasan, dekat Teheran, pada tanggal 1 Sya’ban tahun.
251 H / 856 M dan wafat tahun 925 M./ 313 H
Al- Rozi yang wafat tahun 925 M, adalah seorang filosuf dan orang kenamaan yang berkenaan dengan kedokteran”.
Ada
beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan Al-Razi yakni Abu Hatim
Al-Razi, Fakhrudin Al-Razi, dan Najmudin Al-Razi, bahkan ada Quthb
A-Din Mahmu8d ibn Dhia A-Din Mas’ud Al-Syirozi yang lahir di kota
Syirozi Persia pada tahun 634 H / 1236 M.oleh karena itu untuk
membedakan Al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu
ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar yang merupakan nama Kun-Yah- nya
(gelarnya)”.
Pada masa mudanya ia pernah menjadi tukang intan,
penukar uang, dan pemain kecapi. Kemudian ia menaruh perhatian yang
besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya terserang
penyakit akibat eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. Setelah itu ia
beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat.
Al-Razi
terkenal sebagai seorang dokter yang dermawan, penyayang kepada
pasien-pasiennya. Karena itu ia sering memberikan pengobatan Cuma-Cuma
kepada orang miskin. Namun ungkapan Abdul. Latif Muhammad Al-‘Abd
terlalu berlebihan yang mengatakan bahwa Al-Razi tidak memiliki harta
sampai ia meninggal dunia. Kenyataan ia sering pulang pergi antara
Baghdad dan Rayy. Hal ini menunjukkan bahwa ia masih mempunyai uang”.
Pendidikan yang diperoleh al-Rozi dari Hunayn bin Ishaq,
mengantarkannya menjadi manusia produktif. Bahkan, produktifitasnya
melebihi gurunya, terutama di bidang medis.
Kepribadian al-Razi dilukiskan sebagai seorang yang sangat murah hati,
dermawan dan ulet.. Oleh karena itu dapat dipahami secara logis apabila,
dari dua disiplin utama (kedokteran dan filsafat) yang ditekuninya,
rentang kehidupannya lebih banyak terkonsentrasi pada bidang medis yang
berkaitan langsung dengan jasa pelayanan sosial, daripada bidang
filsafat yang bertumpu pada kepentingan elit-intelektual/ budaya.
Kejeniusan dan repuasinya yang baik di bidang kedokteran,
menjadikannya diangkat sebagai direktur rumah sakit di Rayy semasa ia
menjelang usia tigapuluh tahun, kemudian di Baghdad. Bahkan dia
berprestasi sebagai “dokter Islam yang tidak ada bandingannya”. Di sisi
lain, dia dijelaskan oleh beberapa ahli telah pandai memainkan harpa
pada masa mudanya dan pernah menjadi money changer, sebelum beralih ke
filsafat dan kedokteran.
Sedangkan karirnya di bidang
intelektual terbukti pada karya tulisnya yang tidak kurang dari 200
jilid tentang berbagai pengetahuan fisika dan metafisika (medis,
astronomi, kosmologi, kimia, fisika, dan sebagainya, kecuali
matematika, karena beberapa alasan yang tidak diketahui, benar-benar
dihindarinya. Dalam bidang medis, al-Razi menulis buku –sebagai karya
terbesar-tentang penyakit cacar dan campak, yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Bukunya al-Hawi
yang lebih terkenal dengan sebutan al-Jami‘, terdiri atas 20 jilid yang
merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran, dan telah diterjemahkan dalam
bahasa latin dengan judul Continens yang tersebar luas dan menjadi buku
pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad 17 M”, Yang
membahas berbagai cabang ilmu kedokteran, sebagai buku pegangan selama
lima abad (abad 13-17) di Eropa dan salah satu dari kesembilan karangan
seluruh perpustakaan Fakultas Kedokteran Paris di tahun 1395 M.
Khusus di bidang filsafat, hanya sejumlah kecil karya
al-Razi, sekitar 100 buku yang telah ditemukan. Berikut ini disajikan
karya-karya tersebut:
1. Sekumpulan karya logika berkenaan dengan Kategori-Kategori, Demonstrasi, Isagoge, dan Kalam Islam;
2. Sekumpulan risalah tentang metafisika pada umumnya;
3. Materi Mutlak dan Partikular;
4. Plenum dan Vacum, ruang dan waktu;
5. Fisika;
6. Bahwa dunia mempunyai Pencipta yang Bijaksana;
7. Tentang keabadian dan ketidakabadian tubuh;
8. Sanggahan terhadap Proclus;
9. Opini fisika: “Plutarch” (Placita Philosophorum);
10. Sebuah komentar tentang Timaeus;
11. Sebuah komentar terhadap komentar Plutarch tentang Temaeus;
12.
Sebuah risalah yang menunjukkan bahwa benda-benda bergerak dengan
sendirinya dan gerakan itu pada hakikatnya adalah milik mereka;
13. Obat pencahar rohani (Spiritual Physic);
14. Jalan filosofis;
15. Tentang Jiwa;
16. Tentang perkataan imam yang tak dapat salah;
17. Sanggahan terhadap kaum Mu’tazilah;
18. Metafisika menurut ajaran Plato; dan
19. Metafisika menurut ajaran Socrates.
Melalui karya-karyanya, al-Razi menampilkan dirinya sebagai
filosof-platonis, terutama dalam prinsip “lima kekal” dan “jiwa”nya. Di
samping itu, ia juga pendukung pandangan naturalis kuno.
Selain ulet, ia juga seorang tokoh intelektual yang berani, sehingga ia
dijuluki sebagai tokoh non-kompromis terbesar di sepanjang sejarah
intelektual Islam. Di antara bukti keberaniannya dituangkan dalam
pandangannya tentang “jiwa” dan “kenabian dan agama”.
Meskipun al-Razi menulis sejumlah karya monumental dan memiliki
keberanian pemikiran, akan tetapi pamor kreasi kemedisannya lebih
mencuat dibanding dengan buah filsafatnya. Oleh karena itu dapat
dipahami, apabila dalam seleksi unggulan peta kajian filsafat –baik di
panggung global maupun di ring filsafat Islam sendiri, ia tidak terekrut
di dalamnya. Demikian ini didasarkan pada sejauh beberapa referensi
yang telah penulis periksa.
Kajian Fakhry, yang
menempatkan al-Razi pada periode awal penulisan filsafat sistematik
(abad kesembilan). Kajian Madkour, yang memposisikan al-Razi pada sisi
kecil tentang teori kenabian yang berdampingan secara aktif dengan
beberapa tokoh dan mazhab filsafat Yunani dan Islam. Kemudian, kajian
Ali, yang secara khusus membahas al-Razi –meskipun sangat ringkas-
sebagai anggota mazhab filsafat Dunia Islam bagian Timur.
Sebagai
orang yang terkenal pada dasarnya, Ia mempunyi banyak murid yang belajar
kepadanya. Metode penyampaian pemikirannya adalah bersistem
pengembangan daya intekektual. Apabila ada seorang murid yang bertanya
maka pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilemparkan
kembali kepada murid- murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok .
Apabila
kelompok pertama tidak bisa memecahkannya maka pertanyaan itu
dilemparkan kepada kelompok kedua dan begitu seterusnya. Sehingga
apabila tidak ada yang sanggup, Maka Al-Razi sendiri yang menjawabnya.
Diantara muridnya yang cerdas adalah Abu bakar Ibnu Qorin Al-Razi yang
kemudian menjadi seorang dokter. Al-Razi jika bersama murid- muridnya
atau pasiennya, ia selalu menggunakan waktunya untuk menulis dan
belajar. Kemungkinan hal itu sebagai salah satu yang menyebabkan
penglihatannya berangsur – angsur melemah dan merupakan indikasi
kebutaan matanya”
Sampai menjelang wafat, ia terkena penyakit buta,
tetapi menolak untuk diobati dan mengatakan pengobatan akan sia – sia
belaka karena sebentar lagi akan meninggal.
Filsafat Al- Razi
1. Lima Kekal / Qodim
Al-Razi
adalah seorang rasionalis murni, hal itu tampak dalam halaman
pendahuluan karyanya, al-Thibb al-Ruhani, ia menulis : “ Tuhan, segala
puji bagi-Nya yang telah memberi akal agar dengan-Nya kita dapat
memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat; inilah karunia terbaik Tuhan
kepada kita. Dengan akal kita melihat segala yang berguna bagi kita dan
yang membuat hidup kita baik, dengan akal kita dapat mengetahui yang
gelap, yang jauh, dan yang tersembunyi dari kita. Suatu pengetahuan
tertinggi dapat kita peroleh. Jika akal sedemikian mulia dan penting,
maka kita tidak boleh melecehkannya, kita tidak boleh menentukannya.
Sebab ia adalah penentu, atau mengendalikannya. Sebab ia adalah
pengendali atau memerintahnya, sebab ia adalah pemerintah tetapi kita
harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala
masalahnya: kita harus sesuai dengan perintahnya”.
Filsafat Al-razi
terkenal dengan ajarannya lima yang kekal, yakni al- Bari T’ala (Allah
Ta’ala) al-Nafs al-Kulliyyat (jiwa universal), al-Hayuli al- Ula (Materi
pertama), al-makan al-Muthlaq (tempat/ruang absolut), dan al- Zaman
al-Muthlaq (masa absolut)”.
Prinsip lima yang kekal (five co-eternal
principles/ al-mabadi’ al-Qadimah al-Khamsah) menurut al-Razi adalah:
(1) Sang Pencipta, (2) jiwa universal, (3) materi pertama, (4) ruang
absolut, dan (5) waktu absolut. Penjelasannya secara pasrial demikian:
1) Sang Pencipta adalah Tuhan Yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna.
2) Jiwa universal adalah jiwa yang hidup dari jasad ke jasad sampai suatu waktu menemukan kebebasan yang hakiki.
3)
Materi pertama adalah materi yang dari padanya Tuhan menciptakan
dunia. Materi ini terdiri dari atom-atom yang mempunyai volume.
Atom-atom ini mengisi ruang sesuai dengan kepadatannya. Tanah merupakan
atom yang paling padat, kemudian air, hawa dan api.
4) Ruang absolut adalah adalah ruang yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir.
5) Masa absolut adalah masa yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir.
Allah
adalah Maha Pencipta Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan Allah
bukan dari tiada , tetapi dari sesuatu yang telah ada karena itu, alam
semestinya tidak kekal, sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari
bahan yang telah ada.
Dua prinsip pertama (Sang Pencipta
dan jiwa universal), dalam sistem al-Razi dikaitkan secara erat dengan
usaha yang berani untuk bergulat dengan masalah yang mendesak bagi
pembenaran penciptaan dunia yang sedemikian mengganggu pikiran para
filosof sejak zaman Plato, sebagaimana dipaparkan pada bagian akhir sub
tulisan ini.
Sedang Jiwa sama-sama kekal dengan Tuhan. Oleh karena
jiwa butuh materi (prinsip ketiga), maka Tuhan terpaksa menciptakan
kesatuan dengan bentuk-bentuk material.
Dan untuk memperkuat
pendapatnya tentang kekekalan materi pertama, Al-Razi memajukan dua
argumen. Pertama, adanya penciptaan mengharuskan pencipta materi yang
diciptakan oleh pencipta yang kekal tentu kekal pula. Kedua, ketidak
mungkinan pencipta dari Creatio ex nihilo. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya bahwa alam diciptakan Allah dari bahan yang sudah
ada, yakni materi pertama yang telah ada sejak azali. Bahwa materi
bersifat kekal karena ia menempati ruang, maka ruang juga kekal”.
Sementara itu, waktu merupakan semacam gerak. Waktu universal
tidak dapat diukur dan tidak terbatas (al-dahr), yang merupakan ukuran
perlangsungan dunia akali, yang berbeda dengan ukuran perlangsungan
dunia inderawi, yang disebut oleh Plato sebagai “bayang-bayang keabadian
yang bergerak-gerak”. Sedangkan waktu partikular dapat diukur dan
terbatas. Berkat cahaya akal, maka jiwa, yang telah terpikat oleh
bentuk-bentuk material dan kesenangan-kesenangan inderawi, pada akhirnya
sadar akan kedudukannya yang sejati dan terdorong untuk mencari tempat
pemukimannya kembali di dunia akali, yang merupakan tempat tinggal yang
hakiki.
Prinsip lima kekal itu merupakan sebuah
sistem metafisika yang koheren. Sistem ini mencerminkan daya kecerdikan
al-Razi, sebagai pembenaran terhadap tesis filosofis bahwa dunia ini
diciptakan, dan sekaligus sebagai obat bagi kebingungan para filosof.
Persoalan yang dihadapi oleh mereka bukan sekadar “apakah
dunia ini diciptakan atau tidak?”, akan tetapi lebih rumit ketika
melewati batas-batas risalah polemik teologi dan filsafat, baik dalam
Islam maupun Kristen –apakah Tuhan menciptakan dunia, melalui
“keniscayaan alam” (necessity of nature) atau melalui tindakan bebas?.
Persoalan ini pernah dinyatakan oleh kaum Skolastik Latin.
Apabila “kemestian alam” yang dituntut, maka konsekuensi logisnya
adalah, bahwa Tuhan, yang menciptakan dunia dalam waktu, berada dalam
waktu itu sendiri. Sebab suatu produk alamiah harus terjadi secara
niscaya atas pelaku alamiahnya dalam waktu. Di sisi lain, apabila
tindakan “kehendak bebas” yang dijadikan jawaban, maka ada pertanyaan
lain yang segera muncul: “mengapa Tuhan lebih senang menciptakan dunia
dalam waktu partikular daripada dalam cara yang lainnya?”.
2. Jiwa
Pada poin ini, ada sesuatu yang mengejutkan pendirian
Aristotelianisme dan ajaran Islam, yakni pernyataan keyakin-an al-Razi
kepada Pythagorean-Platonik tentang metempsikosis (transformasi jiwa).
Menurutnya, jiwa, meskipun asalnya hidup, tidak sabar dan
dalam keadaan bodoh. Oleh karena terpesona oleh materi, maka ia berusaha
untuk dipersatukan dengannya dan untuk dianugerahi bentuk yang
memungkinkannya dapat menikmati kesenangan-kesenangan jasmani. Jadi,
Tuhan menciptakan dunia semata-mata menolong ruh ketika ia tertarik pada
materi pertama, sedang materi pertama memberontak. Tuhan kemudian
menolong ruh dengan membentuk alam ini dengan susunan yang kuat sehingga
ruh dapat mencari kesenangan didalamnya”
Tetapi, karena ada
perlawanan materi terhadap kegiatan jiwa yang sedang dalam pembentukan,
maka Tuhan “bermurah hati” untuk membantunya dan menciptakan dunia ini,
dengan bentuk materialnya, agar jiwa dapat melampiaskan nafsu
syahwatnya untuk menikmati bagian kesenangan-kesenangan material untuk
sementara waktu.
Demikian juga, Tuhan menciptakan manusia
dan memberinya akal dari “esensi ketuhanan-Nya”, sehigga akal pada
akhirnya dapat menggugah jiwa dari keterbuaian jasmaninya dalam tubuh
manusia, dan mangingatkannya pada nasib (hakikat)nya yang sejati sebagai
warga dunia yang lebih tinggi (akali) dan akan tugasnya untuk mencari
dunia tersebut melalui pengkajian filsafat. Ketika jiwa sampai ke taraf
ketagihan terhadap pengkajian filsafat, ia berhak memperoleh
keselamatannya dan bergabung kembali dengan dunia akali dan dengan
demikian ia terbebas –sebagaimana dikatakan oleh kaum Pythagorean
kuno-dari “jantera kelahiran”. Ketika tujuan akhir ini tercapai dan jiwa
manusia yang dibimbing oleh akal telah kembali ke tempat asalnya yang
sejati, “dunia yang lebih rendah” ini akan berhenti, dan materi, yang
telah demikian lekat terjalin dengan bentuk, akan kembali kepada
keadaannya semula yang betul-betul murni dan sama sekali tiada
berbentuk.
Pada konsepsi jiwa tersebut, al-Razi tidak
saja mengajukan sebuah teori yang berani dan orisinal tentang jiwa,
akan tetapi juga memberikan penjelasan mengenai penciptaan dunia dalam
waktu oleh Sang Pencipta. Konsepsi Pythagorean-Orphik tentang kembalinya
jiwa secara melingkar dan pelepas-annya yang terakhir dari “jantera
kelahiran” dikemukakan dengan tegas dan fungsi terapi mistik filsafat
cukup ditonjolkannya.
3. Moral
Gagasan al-Razi
tentang moral beraset konsep transmigrasi jiwanya, yang tertuang dalam
karyanya Philosophical Way (Jalan Filsafat), tarutama berkenaan dengan
masalah penyembelihan hewan.
Al-Razi merasa terganggu oleh
penderitaan hewan, terutama yang diakibatkan oleh perlakuan manusia.
Menurutnya, penyembelihan hewan buas dapat dibenarkan sebagai
pemeliharaan terhadap terhadap kelangsungan hidup manusia. Tetapi hal
itu tidak dapat diterapkan kepada hewan-hewan piaraan. Menurut hematnya,
bahwa penyembelihan itu diartikan sebagai pembebasan jiwa mereka dari
penghambaan kepada tubuh, dan dengan demikian menjadikan mereka lebih
dekat dengan takdir akhirnya. dengan memberikan kemungkinan bagi mereka
“tinggal dalam tubuh lain yang lebih baik, seperti tubuh manusia.
4. Kenabian dan Agama
Bagi al-Razi, akal menjadi kompas utama dalam kehidupan
setiap manusia. Akal diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan dalam
kekuatan yang sama. Oleh karena itu, manusia tidak boleh mengekangnya.
Dan segala keputusan yang diambil manusia harus sesuai dengan perintah
akal.”
Perbedaan timbul karena pengaruh pendidikan, lingkungan dan
suasana. Manusia bebas untuk menerima ilmu pengetahuan dari manapun
sumbernya. Sebab, ilmu itulah yang akan menyucikan jiwanya, untuk dapat
kembali kepada Tuhannya.
Al-Razi sama sekali menolak semua
pemikiran yang irrasional. Bahkan, ia meragukan wahyu dan kenabian.
Baginya penerimaan ajaran-ajaran yang dibawa para Nabi, tidak lebih dari
sekedar tradisi dan akibat dari kekuasaan yang dimiliki oleh para
pemuka agama atau karena terpengaruh oleh upacara keagamaan yang
memikat perasaan orang yang taraf pemikirannya masih sederhana.” Bahkan
dia mengkritik kitab-kitab suci, bahkan menolak al-Qur’an sebagai
mukjizat baik m bahasa maupun kandungan isinya.” dan lebih menyukai
buku-buku ilmiah.”
Paling tidak ada tiga alasan yang dikemukakan Ar-Razi, mengapa dia menolak wahyu dan kenabian :
-
Akal sudah mencukupi intuik membedakan antara yang baik dan yang
buruk, berguna dan tidak berguna. Bahkan dengan akal manusia dapat
mengatur dirinya dan mengetahui Tuhan.
- Tidak ada keistimewaan
bagi seseorang untuk mengatur dan membimbing orang lain, karena setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan yang sama. Hanya saja dalam perjalanan
hidup selanjutnya ada orang yang mampu memupuk ,dan menggunakan akalnya
sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing.
- Ajaran
para Nabi saling bertentangan. Mereka ( pemeluk agama ) saling
menjunjung tinggi ajaran Nabinya masing-masing, sehingga terjebak pada
fanatisme buta dan menolak ajaran Nabi yang lain, sehingga menimbulkan
pertentangan bahkan pembunuhan yang berakibat pada kesengsaraan
manusia.”
Namun sebenarnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibu Prof.
DR. Hj. Tsuroya Kiswati, dosen Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya,
bahwa Ar-Razi itu masih mempercayai para Nabi dan Nabi Muhamad SAW.
Namun dia berpendapat sekiranya semua manusia itu dapat menggunakan
akalnya dengan baik dan maksimal, maka nabi itu tidak diperlukan lagi,
karena akal telah mampu mengetahui hakikat kebenaran , baik dan buruk
serta hakikat ke Tuhanan.
Kritik terhadap al-Razi, dengan
cara yang tajam pernah disampaikan oleh Abu al-Hatim al-Razi (w. 330 H.)
–seorang yang sezaman dan senegara dengan al-Razi–dalam kitabnya A’lam
al-Nubuwwah. Di dalamnya tidak ditegaskan nama al-Razi, akan tetapi
cukup mengarahkan kritiknya kepada orang yang disebutnya al-Mulhid (sang
ateis). Namun ada indikasi pasti yang menunjukkan bahwa sang ateis ini
bukan orang lain selain al-Razi. Buku tersebut memuat protes fundamental
yang diarahkan oleh al-Razi kepada kenabian dan pengaruhnya secara
sosial. Protes-protes ini, secara global, mendekati semua protes yang
sebelumnya telah dikobarkan oleg al-Rowandi. Seakan kedua tokoh
tersebut mengulangi nada yang sama.
Sebenarnya al-Rowandi
–rekan sezaman dengan al-Razi-amat masyhur dan mempunyai keberanian
intelektual yang luar biasa, sampai-sampai ia benar-benar berani
memperolokkan al-Qur’an dengan meniru-nirukannya dan menertawakan
Muhammad. Tetapi, namanya tertutupi oleh al-Razi. Dalam hemat penulis,
di antara kemungkinan ketertutupan ini adalah karena al-Rowandi
terfokus pada arogansi intelektual dan karyanya tidak seberapa banyak.
Sedangkan al-Razi, di samping karya filsafatnya lebih banyak daripada
karya al-Rowandi, juga karena reputasi kepustakaan maupun jasa pelayanan
sosialnya di bidang medis. Apalagi karya al-Hawinya telah menembus
jaringan prestisius di Eropa selama lima abad.
Berakaitan dengan
sanggahan terhadap wahyu dan Nabi sebagai pembawa berita eskatologis
(alam keakhiratan), seperti kematian. Bagi Al- Razi, kematian bukanlah
suatu hal yang perlu ditakuti, karean bila tubuh hancur, maka ruh juga
hancur. Setelah mati, tak sesuatupun terjadi pada manusia, karena ia
tidak merasakan apa-apa lagi. Selama hidupnya, manusia selalu merasa
sakit selamanya. Sebaiknya orang yang menggunakan nalar menghindari rasa
takut mati, karena bila ia mempercayai kehidupan lain, maka ia tentu
gembira, sebab melalui mati ia pergi kedunia lain yang lebih baik. Bila
ia percaya bahwa tiada sesuatupun setelah mati, maka ia tidak perlu
cemas. Betapapun orang yang tidak perlu merasa cemas akan kematian,
karena tidak ada alasan untuk merasa cemas”.
2.2 Karya-karya Ar-Razi
Al-Razi
termasuk orang yang aktif berkarya, buku-bukunya sangat banyak, bahkan
dia sendiri menyiapkan sebuah katalog yang kemudian diproduksi oleh Ibn
Al Nadim.
Adapun buku-buku yang ditulisnya mencakup ilmu kedokteran,
ilmu fisika, logika, mate matika dan astronomi, komentar-komentar dan
ringkasan dan ikhtisar, filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis, atheism
dan campuran.
Menurut Abu Abi Usaibah, buku Ar-Razi berjumlah 36
karya, tetapi ada beberapa yang tidak jelas pengarangnya. Dr. Mahmud al
Najmaba di dalam bukunya Syarh Muhammad Ibn Zakaria yang diterbitkan
pada tahun 1318 H, menyebutkan 250 judul.Brockelman menambahkan 59 judul
lagi.Kemudian ada lagi yang berpendapat lain, yakni buku yang
diproduksi oleh al Nadim berjumlah 118 buku, 19 surat, satu makalah dan 4
buku sehingga berjumlah 148 buah.
Adapun buku-buku itu diantaranya adalah :
a) Al Tibb al Ruhani
b) Al Shirath al Falsafiyah
c) Amarat Iqbal al Daulah
d) Kitab al Ladzdzah
e) Kitab al ibn al Ilahi
f) Makalah fi mabadd al tabiah
g) Al Syukur ‘alaProclas
Dan didalam bukunya Muhsin Labib, menyampaikan bahwa diantara karya-karya Ar-Razi adalah sebagai berikut :
1. Al-Ara’ wa ad – diyanat ( Studi tentang agama-agama dan sekte ).buku ini menjadi salah satu referensi penting.
2. Al-Insan ( Antropologi Islam ).
3. At-Tauhid wa huduts al-Ilal ( Monoteisme dan kebermulaan kausa-kausa ).
4. Ikhtisar kitab Al-Qaun wa al-fasad ( Ringkasan pandangan Aristoteles tentang kosmologi ).
5. Al-Khusus wa al-Umum.
6. Ar-Rad al-Munajimin ( Kritik atas para astrolog ).”
Demikian
diantara karya-karyanya yang dapat dijumpai, sampai sekarang meski di
antara buku-buku tersebut hanya terhimpun dalam suatu kitab yang
dikarang oleh orang lain.