.


Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah 3 Jan 2016

http://filsafat-pemula.blogspot.co.id/


Epistemologi Ketuhanan

1.Tuhan sebagai obyek kajian metafisika
2.Apabila manifestasi lahiriah dari semesta maupun jiwa dapat ditangkap indera, maka hal yang sama tidak berlaku bagi realitas ketuhanan
3. Epistemologi ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan pada penalaran manusia
4. beberapa macam pembuktian filosofik yang berusaha membukakan jalan-jalan menuju Tuhan; yaitu pembuktian ontologi, kosmologi, teleologi, moral, Henelogical argument

Ontologis
Anselmus Abad pertengahan------> titik tolak argumen Anselmus yang Maha Besar (yang Maha Tinggi) dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan itu mustahil hanya terdapat di dalam alam pikiran saja.Jadi tidak boleh tidak yang Maha Besar dan Maha Tinggi itu harus ada pula di dalam kenyataan.
Kosmologis
1.    menolak argumen ontologi Anselmus
2.    argumen kosmologi
3.    argumen ini mengatakan bahwa pembuktian ini pada dasarnya diperoleh mlalui observasi langsung terhadap alam semesta. Pembuktian ini sangat beragam, baik segi pendekatan maupun data-data yang diolah. Tetapi yang jelas pembuktian ini berangkat dari problematika yang terjadi di alam semesta, baik keteraturan, kejadian, peristiwa yang berlangsung di alam, sesungguhnya bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi ada yang mengatur. Pada akhirnya argumen ini sampai pada kesimpulan puncak bahwa yang mengatur itu adalah Tuhan Yang Maha pengatur.
4.    pertama kali dicetuskan oleh Plato
5.    Pembuktian Aristoteles secara Kosmologis tentang adanya Tuhan, sebagaimana dalam karyanya Metaphysics adalah bahwa Tuhan dipandang sebagai penggerak pertama. Teori ini pada dasarnya berpangkal dari pemikirannya mengenai Hylemorphism, yaitu  materi (hyle) dan  bentuk (Morphe).

Teleologi
1.Pembuktian ini pada dasarnya berangkat dari kenyataan tentang adanya aturan-aturan yang terdapat dalam alam semesta yang tertib, rapi dan bertujuan. Dengan demikian, secara sederhana, pembuktian ini beranggapan adalah:
1.    Serba teraturnya alam memiliki tujuan
2.    Serba teraturnya dan keharmonisan alam ini tidaklah oleh kemampuan alam itu sendiri
3.    Di balik alam ini ada sebab yang maha bijak
2.dengan memperhatikan setiap susunan alam semesta yang sangat tertib dan bertujuan dapat kita pastikan bahwa terdapat suatu zat yang Maha pengatur dan Pemelihara, sekaligus menjadi tempat tujuan dari alam semesta
3. Bukti teologis ini dianggap oleh para teolog maupun filosof sebagai bukti yang cukup kuat diantara bukti-bukti klasik lainnya

Henological Argument
Thomas Aquinas
1.    kritikan Thomas Aquinas terhadap gagasan Santo Anselmus
2.    Thomas Aquinas tidak menerima bahwa hanya dari pengertian tentang ada, yang Maha Tinggi atau dari yang Tertinggi yang dapat dipikirkan
3.    Kritik Thomas Aquinas terhadap pembuktian ontologis Anselmus meliputi tiga hal :
a. menyanggah ekuivalensi antara konsep tentang Allah yang tertinggi yang dapat dipikirkan: ”Barangkali orang yang mendengar kata Tuhan, dia sama sekali tidak membayangkan suatu ada yang sedemikian sehingga yang lebih besar dari pada itu tidak dapat dibayangkan lagi”.
b. Akhirnya, jawaban yang menjadi klasik dan seperti yang pertama menyanggah Anselmus. Marilah kita setujui bahwa Tuhan dipahami sebagai yang tertinggi yang dapat dipikirkan. Pertama-tama harauslah dibuktikan bahwa obyek yang demikian itu yang lebih besar daripada itu tak mungkin dapat dibayangkan
Thomas Aquinas
Keberadaan Tuhan itu 5 :
1.    argumen gerak. Argumen ini diangkat dari sifat alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya yang selalu bergerak. Setiap yang bergerak pasti digerakkan oleh  sesuatu yang lain. Sebab tidak mungkin suatu potensialitas bergerak keaktualitas tanpa ada penyebabnya; dan penyebab itu tidak mungkin ada pada dirinya sendiri. Kemudian, timbul persoalan bila demikian berarti penggerak itupun memerlukan penggerak di luar dirinya. Akhirnya akan terdapat penggerak berangkai yang tidak terbatas, yang konsekwensinya berarti tidak ada penggerak. Menjawab persoalan ini Aquinas mengatakan bahwa justru karena itulah maka harus ada penggerak pertama, yaitu penggerak yang tidak digerakkan oleh yang lain, itulah Tuhan. Kesimpulan ini nampaknya sama persis dengan yang dikemukakan oleh Aristoteles
2.    argumen sebab yang mencukupi. Di dunia ini tidak ada sesuatu yang mempunyai sebab pada dirinya sendiri. Karena bila demikian ia mesti menjadi lebih dulu dari dirinya. Sedangkan itu tidak mungkin. Dalam kenyataannya yang adalah adalah rangkaian sebab dan musabab. Seluruh sebab berurutan secara teratur : Sebab pertama menghasilkan musabab, dan musabab ini menghasilkan musabab yang lain, dan seterusnya. Membuang sebab sama dengan membuang musabab. Artinya, menurut Aquinas bila tidak ada sebab pertama tentu tidak akan ada rangkaian sebab tersebut, dan itu berarti tidak akan ada apa-apa. Sedangkan kenyataannya; “apa-apa itu ada”. Berarti memang ada sebab pertama, ialah Tuhan.
3.    argumen kemungkinan dan keharusan. Adanya alam ini bersifat mungkin, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya juga bersifat mungkin ada dan mungkin tidak ada. Kesimpulan itu diambil dari kenyataan bahwa alam dan isinya ini dimulai dari tisdak ada, lalu muncul, berkembang, rusak dan menghilang. Konsekwensinya alam ini tidak mungkin selalu ada, karena ada dan tidak ada tidak mungkin menjadi sifat sesuatu sekaligus dalam waktu yang sama. Kenyataannya alam dan isinya itu ada, Berarti harus ada sesuatu yang ada, karena tidak mungkin muncul yang ada itu apabila ada pertama tidak ada. Ada pertama itu harus ada karena alam dan isinya itu kenyataannya ada. Yang ada pertama itu Dialah Tuhan
4.    argumen tingkatan. Isi alam ini memiliki tingkatan, dalam hal keindahan, kebaikan, dan sebagainya. Misalnya ada yang indah, lebih indah, dan terindah. Tinggi, lebih tinggi, dan tertinggi atau maha tinggi. Tingkatan tertinggi menjadi sebab adanya tindakan di bawahnya. Begitu juga tentang ada. Tuhan memiliki sifat ada yang tertinggi. “Ada” yang ada di bawahnya disebabkan oleh ada yang tertinggi tersebut. 
5.    argumen keteraturan alam. Isi alam dari jenis yang tidak berakal, kenyataannya dapat bergerak menuju tujuan tertentu secara teratur, dan pada umumnya berhasil mencapai tujuannya. Padahal mereka itu tidak mempunyai pengetahuan  tentang tujuan tersebut. Berarti ada sesuatu di luar dirinya yang mengatur itu semua. Karena sesuatu yang tidak berakal tidak mungkin dapat mencapai tujuan, tanpa ada yang mengaturnya. Sesuatu yang mengatur alam dan isinya itu harus ada, harus berakal, dan harus berpengetahuan. Itulah Tuhan

Comments
1 Comments

{ 1 komentar... read them below or add one }

- Copyright © Ensiklopedia Tasawuf Filsafat dan Informatika FFSS - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Fitrah Ali Yusuf -