- Back to Home »
- Filsafat Abad Modern »
- Benedictus de Spinoza
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
26 May 2014
Benedictus de Spinoza
BIOGRAFI SPINOZA (1632-1677)
Benedictus de Spinoza adalah filosof besar yang paling dihargai dan dihormati. Secara intelektual, beberapa filosof lain mengunggulinya, tetapi secara etis, dialah yang tertinggi. Konsekwensinya, selama hidupnya dan satu abad setelah kematiannya, Spinoza dianggap sebagai orang yang sangat jijik pada kejahatan.
Beliau lahir di kota Amsterdam pada tanggal 24 November 1632 dengan nama Baruch de Spinoza. Beliau lahir dari pasangan Yahudi yang mengungsi dari Portugal. Ayahnya merupakan seorang pedagang yang kaya. Nama panggilan Spinoza adalah "Bento" yang artinya sama dalam Bahasa Portugis sebagaimana juga Baruch dalam Bahasa Hebrew dan Benedictus dalam Bahasa Latin yang berarti “yang diberkati”.
Lingkungan tempat beliau dibesarkan merupakan sekelompok masyarakat yang masih percaya kepada takhayul dan hal-hal yang bersifat tabu religious. Di masa kecilnya, beliau telah menunjukkan kecerdasannya sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa beliau bisa menjadi seorang rabbi. Dalam kehidupannya, beliau tidak hanya belajar matematika dan ilmu-ilmu alam, beliau juga mempelajari bahasa Latin, Yunani, Belanda, Spayol, Perancis, Yahudi, Jerman, Hebrew, dan Italia. Pada usianya yang ke 18 tahun, beliau membuat marah komunitas Yahudi karena beliau meragukan Kitab Suci sebagai Wahyu Allah, mengkritik posisi imam Yahudi, mempertanyakan kedudukan bangsa Yahudi sebagai umat pilihan Yahweh, dan keterlibatan Allah secara personal dalam sejarah manusia.
Sikap yang ditunjukkan beliau kepada orang Yahudi, membuat para tokoh agama Yahudi mengambil sebuah sikap. Para tokoh agama Yahudi pada saat itu menjadi gelisah dengan semua ajaran-ajaran beliau. Para tokoh agama ini terus menerus memaksa agar beliau kembali lagi pada ortodoksi agama, namun hal ini tidak pernah berhasil. Akhirnya pada tahun 1656, beliau dikucilkan dari Sinagoga bahkan dianggap mati oleh komunitasnya. Hal yang lebih menyakitkan lagi adalah kenyataan bahwa keluarganya pun turut mengucilkannya. Setelah ada keturunan Yahudi fanatic yang mencoba membunuh beliau, beliau kemudian meninggalkan Amsterdam dan pindah ke Den Haag. Meskipun demikian, beliau tetap tenang mengatasi masalah hidupnya. Hingga Akhirnya beliau mengganti nama dirinya dengan Benedictus de Spinoza sebagai tanda kehidupan barunya.
Setelah dikucilkan dari Sinagoga, beliau mencari tempat tinggal di tengah-tengah sekelompok orang Kristen yang mendapat pencerahan dengan membentuk suatu lingkungan filsafat dan akhirnya beliau dipilih untuk menjadi pemimpinnya. Dalam keadaan yang telah terkucilkan kehidupan beliau sangatlah sederhana. Beliau mencari nafkah dengan cara membuat lensa untuk kaca mata dan mikroskop sambil terus menerus menuliskan pemikiran-pemikirannya.
Disamping itu beliau juga menjadi guru pribadi pada keluarga kaya sampai beliau berkenalan dengan politisi Belanda yang kaya pada saat itu yaitu Jan De Witt. Tahun 1673 beliau diundang sebagai pengajar di Universitas Heidelberg tetapi beliau menolaknya karena bagi beliau tidak ada yang lebih mengerikan dari pada kenyataan bahwa orang-orang dihukum mati karena berpikir bebas. Akhirnya pada tanggal 21 Februari 1677 beliau meninggal pada usia 44 tahun karena penyakit TBC paru-paru yang telah lama beliau derita.
PEMIKIRAN
Pemikiran-pemikiran Spinoza menumbuhkan beberapa teori, yaitu teori substansi tunggal, teori politik, dan teori emosi. Yang pertama adalah teori substansi tunggal. Teori ini merupakan buah pemikiran beliau yang paling terkenal. Pemikiran ini merupakan tanggapan beliau atas pemikiran Descartes tentang masalah substansi dan hubungan antara jiwa dan tubuh. Dalam filsafat Descartes, terdapat sebuah permasalahan yaitu bagaimana Allah, jiwa, dan dunia material dapat dipikirkan sebagai satu kesatuan utuh.
Melalui bukunya yang berjudul Ethica, ordine geometrico demonstrata (Etika yang dibuktikan dengan cara geometris), beliau mencoba menjawab permasalahan ini. Ia memulai menjawab permasalahan dari filsafat Descartes dengan memberikan sebuah pengertian mengenai substansi. Substansi dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri dan dipikirkan oleh dirinya sendiri, artinya sesuatu yang konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk membentuknya.
Menurut beliau, sifat substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak, dan tunggal-utuh. Bagi beliau, hanya ada satu yang dapat memenuhi definisi ini yaitu Allah. Menurut beliau, sifat substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak, dan tunggal-utuh. Hanya Allah yang memiliki sifat yang tak terbatas, abadi, mutlak, tunggal, dan utuh.
Selain itu, beliau juga mengajarkan apabila Allah adalah satu-satunya substansi, maka segala yang ada harus dikatakan berasal dari pada Allah. Hal ini berarti semua gejala pluralitas dalam alam baik yang bersifat jasmaniah (manusia, flora dan fauna, bahkan bintang) maupun yang bersifat rohaniah (perasaan, pemikiran, atau kehendak) bukanlah hal yang berdiri sendiri melainkan tergantung sepenuhnya dan mutlak pada Allah. Untuk menyebut gejala ini, beliau menggunakan sebuah istilah yaitu Modi. Modi merupakan bentuk atau cara tertentu dari keluasan dan pemikiran.
Dengan demikian, semua gejala dan realitas yang kita lihat dalam alam hanyalah modi saja dari Allah sebagai substansi tunggal. Dengan kata lain, alam dan segala isinya adalah identik dengan Allah secara prinsipil. Kata kunci ajaran beliau adalah Deus sive natur (Allah atau alam). Yang berbeda dari ajaran ini hanyalah istilah dan sudut pandangnya saja. Sebagai Allah, alam adalah natura naturans (alam yang melahirkan). Natura naturans dipandang sebagai asal-usul, sebagai sumber pemancaran, sebagai daya pencipta yang asali.
Sebagai dirinya sendiri, alam adalah natura naturata (alam yang dilahirkan) yaitu sebuah nama untuk alam dan Allah yang sama tetapi dipandang menurut perkembangannya yaitu alam yang kelihatan. Dengan ini beliau membantah ajaran Descartes bahwa realitas seluruhnya terdiri dari tiga substansi (Allah, jiwa, materi). Bagi beliau hanya ada satu substansi saja, yakni Allah/alam. Karena Tuhan telah menciptakan keduanya (jiwa dan materi) dan dapat melenyapkannya jika mau.
Tapi kecuali dalam kaitannya dengan kemahatahuan Tuhan, pikiran dan materi adalah dua zat yang independen dan didefinisikan berturut-turut oleh sifat-sifat pemikiran dan pengembangan. Spinoza tidak mempunyai pemikiran yang seperti itu. Menurut beliau, pemikiran dan pengembangan adalah sifat-sifat Tuhan. Tuhan juga memiliki sifat-sifat lainnya yang tak terbatas jumlahnya, karena dia tidak terbatas dalam setiap aspek-Nya; tetapi sifat-sifat lain tersebut tidak kita ketahui. Jiwa individu dan potongan-potongan meteri yang terpisah bagi beliau merupakan kata sifat; semua itu bukan benda, tetapi sekedar aspek-aspek dari yang Maha Suci.
Tidak ada keabadian pribadi seperti yang dipercaya oleh orang-orang Kristen, tetapi keabadian impersonal yang diperoleh dengan menjadi semakin dan semakin menyatu dengan Tuhan. Sesuatu yang terbatas didefinisikan oleh batas-batasnya, baik fisik maupun logis, yakni oleh apa yang bukan sesuatu: “semua determinasi adalah negasi”. Hanya ada Tuhan Esa yang seluruhnya positif, dan Dia pasti tidak terbatas secara absolute. Karena pemikirannya tersebut beliau dikenal sebagai penganut panteisme-monistik yang lengkap dan keras.
Yang kedua adalah teori politik, teori politik Spinoza kebanyakan berasal dari Hobbes, selain perbedaannya yang sangat temperamental di antara kedua filosof ini. Spinoza mengatakan bahwa dalam keadaan alami (state of nature) tidak ada benar maupun salah, Karena kesalahan itu berupa pelanggaran hukum. Katanya lebih lanjut, bahwa raja tidak dapat berbuat salah, dan beliau setuju dengan Hobbes bahwa gereja sepenuhnya harus tunduk pada negara.
Beliau menentang semua pemberontakan, sekalipun terhadap sebuah pemerintahan yang buruk, dan mencontohkan kekacauan-kekacauan di Inggris sebagai bukti atas persoalan yang disebabkan oleh resistansi paksa terhadap penguasa. Tetapi beliau tidak setuju dengan Hobbes dalam memandang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang “paling alami”. Beliau juga tidak setuju dengan pendapat bahwa warga Negara tidak boleh mengorbankan seluruh haknya demi sang raja.Secara khusus beliau melihat kebebasan berpendapat itu penting.
Yang ketiga adalah teori emosi. Teori ini dikemukakan setelah pembahasan metafisis tentang sifat dan asal mula pikiran, yang menuntun pada dalil yang mengejutkan bahwa “pikiran manusia cukup bisa mengetahui esensi Tuhan yang abadi dan tak terbatas”. Selain itu beliau juga mempunyai konsep tentang hasrat yang diuraikan dalam Buku Ketiga Ethics. “Segala sesuatu”, kata beliau, “sejauh hidup sendiri, berusaha mempertahankan keberadaannya sendiri”. Karenanya, muncullah cinta, kebencian, dan percekcokan.
“Kebencian semakin menjadi-jadi karena dibalas dengan kebencian, dan dapat dihentikan dengan cinta”.
Menurut beliau alasan mendasar yang menggugah hasrat adalah menyelamatkan diri; tetapi menyelamatkan diri mengubah perannya ketika kita menyadari bahwa apa yang nyata dan positif pada diri kita adalah apa yang menyatukan kita dengan keseluruhan, bukannya apa yang melanggengkan keterpisahan. Selain itu beliau juga beranggapan bahwa kesenangan semata itu baik, tetapi harapan dan kekhawatiran itu buruk, demikian juga kerendahan hati dan tobat: “orang yang menyesali suatu perbuatan itu sial dua kali atau lemah”.
Beliau juga memandang waktu sebagai tidak nyata, dan makanya semua emosi yang berhubungan dengan suatu peristiwa masa depan atau masa lalu bertentangan dengan akal. “Sejauh pikiran memahami sesuatu dengan petunjuk akal, maka pikiran sama-sama dipengaruhi oleh ide tentang sesuatu masa kini, masa lalu, atau masa depan”. Pemikiran-pemikiran Spinoza banyak dituangkan dalam karya-karyanya, diantaranya: Ethica more geometric demonsrtata (Etika dibuktikan secara geometris,1677), Renati Descartes Principorium Philosophiae (Prinsip Filsafat Descartes,1663), Tractatus Theologico-Politicus (Traktat Politisi-teologis,1670), Tractactus de intellectus emendation (Traktat tentang perbaikan pemahaman,1677), dan Tractatus Politicus.
KESIMPULAN
Spinoza adalah seorang filosof di zaman modern. Berkat kecerdasan yang dimilikinya, beliau mampu berfikir secara rasional. Hingga pemikirannya tersebut menggemparkan dunia terutama bangsa Yahudi. Karena pemikirannya inilah yang mengakibatkan dirinya dikucilkan oleh bangsa Yahudi dan keluarganya. Bahkan beliau dianggap sudah mati oleh komunitasnya . Namun itu semua tidak menyurutkan niatnya untuk tetap berkarya, karena keyakinan dan kegigihannya dalam mempertahankan pemikirannya tersebut akhirnya beliau menjadi filosof besar yang paling dihargai dan dihormati. Walaupun secara intelektual, beberapa filosof lain mengunggulinya, tetapi secara etis, dialah yang tertinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Russell, Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Barat: Kaitannya Dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat dan Teknologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
http://entoen.nu/spinoza/id