- Back to Home »
- Teologi Islam Transformatif (Buya Hamka)
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
4 Jan 2016
Buya Hamka
(Pemaknaan ulang konsep-konsep dalam tasawuf)
(Pemaknaan ulang konsep-konsep dalam tasawuf)
Biografi
Buya Hamka adalah nama pamor dari seorang pemikir Islam bernama Haji Abdul Malik Karim Amrullah, dilahirkan pada 16 Februari 1908 di Kampung Molek, Maninjau, Sumatra Barat dalam keluarga yang sudah terbiasa dengan tradisi pendidikan dan agama Islam. Buya adalah panggilan akrab khas Melayu, sedangkan Hamka adalah nama singkatnya. Ayahnya bernama Syaikh Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, yaitu seorang ulama yang juga terkenal di zamannya, khususnya Minangkabau. Dia tinggal daerah dekat Sungai Batang dan Danau Maninjau. Maninjau dikenal sebagai tempat lahir banyak tokoh-tokoh berpengaruh, diantaranya adalah Mohammad Natsir, A.R. Sutan Mansyur, Rasuna Said, dll. Rupanya, kelak bocah kecil yang dididik keras oleh ayahnya ini juga menjadi tokoh Islam berpengaruh di negeri Indonesia.
Pemikiran
Salah satu karya dari Buya Hamka adalah bukunya yang berjudul “Tasawuf Modern”.Dan gagasan utama transformatif dalam tasawuf modernnya ialah tentang konsep kebahagiaan.Masyarakat dipandang perlu memaknai kehidupan ini lebih hakiki. Jangan sampai perkembangan modernitas menjadikan masyarakat lumpuh karena kekeringan makna spiritual.Sebaliknya, jangan sampai juga masyarakat buta akan keberadaannya di realitas modern yang menantangnya untuk tidak hanya berdiam dalam keterasingannya dari hiruk-pikuk dunia. Manusia adalah makhluk dua dimensi; jasmani dan ruhani.
Menurut Hamka, bahwa tasawuf dan perkembangan selayaknya berjalan beriringan. Bila tasawuf bertahan dengan karakter lamanya, maka manusia akan dipaksa untuk ditarik ke masa lalu, padahal kodratnya mereka menjalani kehidupan di masanya. Tasawuf menyesuaikan konteks zaman, dalam artian mengarahkan masyarakat agar tidak terjerumus dalam kesengsaraan dan celaka.
Juga menurut Hamka, tasawuf merupakan ilmu tersendiri yang mengajarkan kita untuk mebersihkan diri (tazkiyah al-nafs), sehingga kita bisa selamat dari kesengsaraan dan celaka. Mungkin diantara kita merasa bahwa pengasingan diri merupakan upaya terbaik untuk mencegah diri dari hawa nafsu sehingga jiwa pun tersucikan, karena dunia merupakan sumber dorongan jiwa pada keburukan seperti godaan harta, hura-hura, perselisihan, kekuasaan, dan martabat, dan lain-lain.Tapi bagaimanapun juga, kita adalah anak zaman. Islam tidak mengajarkan kita untuk mengupayakan kebahagiaan hakiki yang seperti itu.Pemaknaan zuhud yang salah dalam penerapannya, inilah yang salah menurut Hamka.Menurutnya, muslim yang kuat adalah yang memahami makna zuhud secara proposional. Dengan begitu, Islam mencapai puncak kebahagiaan dan kejayaannya.
Hamka mengajak kita untuk memahami secara teoritis dan mengamalkannya secara praktis makna tasawuf yang substansial,yaitu “membersihkan jiwa, memperhalus perasaan, menghidupkanhati, menyembah Tuhan, dan mempertinggi derajat budi; menekan segala kelobaan dan kerasukan, memerangi syahwat yang berlebihdari keperluan untuk kesentosaan diri.
Kebahagiaan jasmani yang didefiniskan oleh Hamka, mengambil dari pemikir Yunani yaitu Aristoteles, bahwasanya bahagia di dunia tidak niscaya di akhirat menjadi sengsara. Sebagaimana dalam ayat dan doa yang sering dipanjatkan; Ya Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Maksudnya adalah kita melakukan upaya terus-menerus secara istiqomah semenjak berada di akhirat sampai akhirnya sampai juga di akhirat dalam keadaan membawa kebaikan yang banyak. Kita menjaga kebaikan dan kesehatan badan beserta seluruh aspek materi kita demi meraih kebaikan dan kesehatan jiwa ruhani kita.
Kekayaan hakiki dapat kita rujuk dengan memaknai qana’ah dengan tepat. Sering kali orang keliru memaknai qana’ah dengan malah menjauhi keduniaan sama sekali, dan menerima apa adanya yang dimiliki.Qana’ah adalah mencukupi diri dengan hal yang sudah cukup diperlukan bagi dirinya. Sebagaimana kata Rasul saw: Qana’ah adalah harta yang tak akan hilang dan yang tidak akan lenyap.
Kesimpulan
Dari seluruh yang dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, pemaknaan ulang terhadap konsep-konsep tasawuf ini sangatlah penting, karena ini juga yang mementukan pengaplikasian oleh seorang pelaku ataupun pembacanya.Dan jika kita lihat dari latar belakang seorang Hamka yang memang hidup pada masa-masa menuju kemerdekaan Indonesia, sehingga dalam pemikirannya, beliau terlihat ingin mengembalikan dan mentransformasikan semangat juang rakyat indonesia yang tadinya masih terkungkung oleh belenggu taqlid, juga pemaknaan yang salah dalam konsep zuhud.