.


Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah 2 Jan 2016

Peranan Dan Metode Dakwah Para Ustadz
Dalam Membentuk Karakter Masyarakat Pesisir
Di Desa Dadap
Oleh: Fitrah Ali Yusuf Abdillah (Filsafat Agama/7)
Nim: 14123341224

A.    Latar Belakang
Ustadz merupakan salah satu komponen penggerak masyarakat, baik itu dalam hal keagamaan, sosial, maupun ekonomi.Khususnya di desa Dadap, peranan para ustadz ini sangatlah dominan.Seorang ustadz yang selain hanya untuk berdakwah, juga selalu memberi solusi, baik itu masalah keagamaan, sosial, maupun masalah-masalah lainnya.Ustadz sendiri merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri.Sehingga, dalam praktek dakwahnya, kerap kali seorang ustadz ini bersentuhan langsung dengan masyarakat.Terlepas dari seluruh lapisan masyarakat, baik itu nelayan, pedagang, petani, ataupun TKW/TKI yang menjadi mata pencaharian yang paling mendominasi masyarakat Dadap saat ini.Berbicara mengenai karakter, klaim masyarakat di luar masyarakat pesisir.terhadap masyarakat pesisir itu sendiri, yakni masyarakat pesisir kerap kali disebut sebagai masyarakat yang keras, keras dalam artian baik itu watak, tabiat, dan perilaku maupun tradisi keagamaannya.
Islam pesisirpun kini menjadi wacana bagi kalangan akademis.Pasalnya, Islam yang masuk menurut beberapa teori yang mengatakan bahwa melalui jalur perdagangan, dan perdagangan itu masuk melalui jalur laut, sehingga para penyebar Islam (para wali atau Syekh) tempo dulu banyak bermukim di pesisir pantai, yang kemudian menyebarkan Islam pertama kali di pesisir pantai.Sehingga kerap kali mayarakat muslim pesisir disebut dengan masyarakat muslim asli.Hal ini dikarenakan pertama kalinya Islam masuk melalui jalur laut dan bermukim di pesisir pantai.Teori lain yang mengatakan bahwa Islam masuk melalui Habaib atau Habib (yakni keturunan rasulullah muhammad saw) atau biasa kita sebut dengan teori Habib, hal ini turut mendukung bahwa pada praktiknya, para habaib ini masuk ke Indonesia, khususnya pulau jawa melalui jalur laut dan berlayar menggunakan kapal laut.Di desa Dadap khususnya, terdapat beberapa Habib (keturunan rasulullah saw) yakni seperti, Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah, Habib Keling, dan lain-lainnya.Berkenaan dengan ini, Islam yang masuk melalui jalur laut itu kemudian berkembang dalam kurun waktu tertentu melalui dakwah atau syiar yang dibawa oleh para wali atau syekh penyebar Islam saat itu, kemudian tradisi penyebaran Islam itu berkembang hingga saat ini, dan sampailah ke desa Dadap.Menurut masyarakat setempat, penyebar Islam di desa Dadap saat itu ialah Syekh Sama’un.Kemudian dari Syekh Sama’un ini menurunkan baik anak cucunya dan juga menurunkan keilmuannya.Dari keilmuannya inilah, Islam terus berkembang hingga saat ini di desa Dadap.Dan tentunya penyebaran ini tidak terlepas dari penyebarnya yakni seorang “Ustadz”.Di desa Dadap sendiri khususnya terdapat banyak Ustadz yang terus menegakkan tonggak perjuangan Islam dari masa ke masa.Juga para ustadz ini mengabdi demi tegaknya nilai-nilai Islam di desa Dadap.
Para Ustadz di desa Dadap ini, berdomisili dan bertempat tinggal di dekat Mushalla yang di jalankannya.Setidaknya, terdapat kurang lebih 25 Mushalla di desa Dadap.Mushalla ini tersebar diseluruh wilayah di desa Dadap.Dan di setiap Mushalla ini terdapat kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Tausiah, Majlis Ta’lim, Barzanji, atau Jami’iah Waqi’ah dan lain-lain.Kembali ke permasalahan masyarakat Pesisir, anggapan bahwa seharusnya masyarakat pesisir lebih maju keagamaannya dibanding masyarakat lain, dikarenakan notabenenya para Wali menyebarkan Islam rata-rata bermula di daerah pesisir, seperti Sunan Gunung Jati, Syekh Magelung Sakti, Habib Keling, dan lain-lain.Ini seharusnya menjadikan masyarakat pesisir lebih kental mengenai tradisi keagamaannya dan Islamnya itu sendiri.Berangkat dari sinilah penelitian ini dibuat.Hal pertama adalah Bagaimana karakteristik keagamaan masyarakat pesisir Dadap? , kemudian apa peranan dan metode dakwah para Ustadz dalam membentuk karakter masyarakat pesisir Dadap?

B.    Pembahasan

Desa Dadap yang terbentang di pesisir pulau Jawa tepatnya di Kecamatan Juntinyuat berada di wilayah administrasi Kabupaten Indramayu.Berdasarkan data RKPDes Desa Dadap, mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam.Masuknya Islam di desa Dadap ini tak terpisahkan dari salah seorang pembawanya yakni Syekh Sama’un.


                                                                              Makam Syekh Sama’un

Menurut salah satu tokoh agama setempat, yakni Kyai Robak, Syekh Sama’un ini merupakan penyebar Islam di Desa Dadap.Beliu ini merupakan asli dari Demak.Syekh Sama’un ini juga memiliki pesantren yang di bangun di pinggir pantai Laut Jawa Desa Dadap.Kini pesantren itu sudah tidak ada karena tergenang air laut akibat proses abrasi air laut.Menurut versi Kyai Robak juga, Syekh Sama’un ini menikah sebanyak sembilan kali, dan di Dadap ini merupakan istri ke- sembilannya. Syekh Sama’un juga menurunkan keturunannya baik dari sisi biologis, maupun keilmuannya.Kyai Robak-pun menurut masyarakat adalah salah satu dari keturunan Syekh Sama’un.
Dari keturunannya inilah Islam mulai menyebar luas di desa Dadap.Secara keilmuanpun, banyak dari keturunan keilmuan yang diberikan oleh Syekh Sama’un menyebarkan Islam di desa Dadap ini.Siapakah mereka?, yakni para ustadz yang ikhlas mengajarkan ilmu agama di setiap mushalla atau tajug yang mereka jalankan di desa Dadap.
Peranan para Ustadz juga semakin meluas, mengingat Ustadz itu sendiri merupakan bagian dari masyarakat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat.Sehingga, bila terjadi suatu polemik atau permasalahan, maka para Ustadz ini memberikan solusinya masing-masing sesuai dengan pemahamannya.
Mayoritas masyarakat Dadap ini berfahamkan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah atau biasa kita sebut dengan Asy’ariah.Hal ini dikarenakan aqidah ini sangatlah cocok dengan kondisi masyarakat Dadap, dan pertama kali Islam menyebar di desa Dadap ini berfahamkan Asy’ariah Ahlussunnah wal Jama’ah.Faham ini begitu merakyat bagi masyarakat Dadap.Sebab dalam faham ini, sangat menerima tradisi-tradisi lokal dan juga kearifan lokal dibandingkan dengan faham lain yang begitu mudahnya membid’ahkan segala sesuatunya.Dan juga dikarenakan faham aswaja (ahlussunnah wal jama’ah) ini menjunjung tinggi tasammuh (toleransi), tawassuth (moderat), dan tawaazun (seimbang). Sehingga mudah diterima oleh masyarakat Dadap.
Dalam membentuk karakter masyarakat pesisir Dadap ini, setiap Ustadz memiliki metode tersendiri.Khususnya menghadapi klaim masyarakat di luar masyarakat pesisir yang mengatakan bahwa masyarakat pesisir identik dengan berwatak keras, dan lain-lain.Hal lain seperti, seharusnya keilmuan Islam di masyarakat pesisir ini seharusnya lebih maju, hal ini secara tidak langsung mengatakan bahwa, masyarakat pesisir seharusnya maju di bidang keilmuan keagamaan dan begitupun dengan akhlak.Lalu bagaimana peranan Ustadz dalam menghadapi masyarakat Dadap khusunya yang mayoritas bermata pencaharian sebagai Nelayan dan TKW/TKI.
Berikut beberapa pendapat para Ustadz mengenai permasalahan yang terjadi di Desa Dadap, dan bagaimana peranan ustadz itu dalam membentuk karakter masyarakat.Juga tanggapan para Ustadz mengenai klaim masyarakat di luar masyarakat pesisir mengenai masyarakat pesisir.



Wawancara 1
KH. Jawahir, Masjid Nurul Huda


KH. Jawahir merupakan ketua MUI di desa Dadap, beliau menjabat selama sekitar empat tahun.Dalam setiap ceramah beliau, hal pertama yang beliau singgung adalah masalah ibadah “mahdoh” seperti shalat, puasa, dan lain-lain.Menurut beliau, ada yang paling penting dari itu semua, yakni ibadah yang sifatnya sosial.Dalam konteks ini, ibadah yang kaitannya dengan Tuhan, tetapi memiliki nilai sosial kemasyarakatan seperti tolong menolong antar sesama.Beliau juga menekankan akan pentingnya pengamalan dari nilai-nilai ibadah tersebut.Diantara semua itu, menurut beliau, hal yang paling pertama dan utama ialah pendidikan akhlak atau etika.Disini beliau memasukan ajaran atau nilai-nilai tasawuf dalam Islam seperti, pentingnya akan “akhlakul karimah” atau akhlak yang baik.Beliau menyebutnya dengan istilah “Ngaji Rasa”.Menurut beliau, sebesar apapun ilmu, sedalam apapun ilmu, tidak ada gunanya bila tidak memiliki akhlak yang baik.Dalam setiap ceramahnya, beliau banyak mengutip ayat-ayat dari tafsir Al-Quran.
Lebih jauh, mengenai nilai-nilai tasawuf yang beliau terapkan terhadap masyarkat yakni mengenai “melawan hawa nafsu”.Konteks melawan hawa nafsu ini sangatlah luas.Penerapannya ada di setiap sendi kehidupan seperti, nafsu kita akan mencari materi duniawi ini, dengan hawa nafsu ini, seseorang dapat terjerumus dalam keserakahan.Dan keserakahan ini adalah pintu awal menuju sebuah kehancuran.
Dalam setiap ceramahnya yang bernilai tasawuf juga, beliau banyak mengutip dari sejarah-sejarah para sahabat nabi atau waliyullah, seperti kisah Imam Sufyan Assauri.Imam Sufyan Assauri ini merupakan salah satu dari sepuluh imam mazhab yang terkenal di dunia.Kisahnya yaitu, diceritakan bahwa ketika Imam Sufyan Assauri tinggal bersama seorang Yahudi disebuah rumah bertingkat, pada tingkat pertama ini ditempati oleh seorang yahudi itu, kemudian dilantai bawah menjadi tempat tinggal Imam Sufyan Assauri.Suatu hari, ketika seorang yahudi ini buang air kecil, air kencingnya ini meresap kebawah, hingga mengenai lantai tempat Imam Sufyan Assauri.Kemudian Imam Sufyan Assauri ini menadahkan sebuah ember atau tempat air untuk menampung air kencing orang yahudi tersebut.Hingga suatu hari seorang yahudi tersebut berkunjung kepadanya, kemudian yahudi itu bertanya pada Imam Sufyan Assauri, “air apakah itu?”, Imam Sufyan Assauri menjawab “itu hanya sebuah air yang bocor saja”.Hari demi hari berlanjut, seorang yahudi ini kemudian mulai penasaran, mengapa selalu ada air yang menetes dari atap ruang Imam Sufyan Assauri.Singkat cetita, dikarenakan Imam Sufyan Assauri sudah kehabisan akal untuk menjawab yang sebenarnya, guna menghindari tersinggungnya seorang yahudi tersebut, dan juga untuk menjaga ucapannya agar tidak berbuat “ghibah”.kemudian beliau barulah jujur untuk mengatakan hal yang sebenarnya, bahwa itu adalah air kencing dari yahudi tersebut.Dari sinilah, menurut beliau (KH. Jawahir), dapat kita ambil pelajaran, bahwa pentingnya kita akan menjaga perasaan seseorang, dan juga menjaga lisan kita untuk tidak menyakiti hati orang lain.Dari hal inilah, KH Jawahir menerapkan metode tasawuf akhlakinya dalam mendidik masyarakat desa Dadap khususnya masyarakat yang terletak di sekitar masjid Nurul Huda.



Wawancara 2
Ustadz Asep, Mushalla Nur Hidayah.


Mushalla Nur Hidayah yang terletak di desa Dadap ini dibangun pada tahun 1996 oleh Ustadz Asep saepudin, didirikan di tengah-tengah masyarakat yang masih awam akan agama.Pengetahuan tentang agama di masyarakat setempat ini masih amat minim, sehingga tidak aneh apabila masih banyaknya warga yang masih minum-minuman keras, ataupun tidak menutup aurat, bahkan tidak melaksanakan ibadah puasa.Menurut beliau, setelah dibangunnya mushalla Nur Hidayah ini, perkembangan keagamaan masyarakat beranjak membaik.Sehingga yang tadinya anti akan menutup aurat, kini mulai berubah menjadi menutup aurat walaupun tidak semuanya dikarenakan apapun selalu ada tahapannya.Contoh lain seperti ketika dahulu sebelum adanya mushalla ini, masih adanya warga yang secara terang-terangan meminum minuman keras.Kini permasalahan mengenai minuman keras berangsur membaik, dalam artian walaupun masih ada, tetapi dilakukan secara tidak terbuka.
Metode yang digunakan oleh Ustadz Asep dalam membentuk karakter masyarakat, khususnya di sekitar kampung Nelayan mushalla Nur Hidayah ini, adalah dengan membenahi akhlak.Dalam pelaksanaannya, pembenahan akhlak ini dimulai dengan pendidikan terhadap anak-anak sekitar dalam bentuk mengaji setelah dilaksanakannya shalat maghrib.Pengajian anak-anak ini membahas tentang kitab “Akhlakul Banin”.Kitab ini merupakan karya Syekh Umar Ahmad Baroza.
Mengenai konsep “Aman dahulu, baru Iman”.Pandangan Ustadz Asep mengenai ini, yakni konsep itu ada, dan dicetuskan oleh orang-orang yang memang memiliki orientasi materialistis.Dan juga Iman itu sendiri berhubungan dengan Hidayah, dan Hidayah itu sendiri diberikan oleh Allah SWT hanya kepada orang yang di kehendaki-Nya, sehingga dalam metode dakwahnya, Ustadz Asep tidak pernah memaksakan akan Iman seseorang, dikarenakan tidak adanya paksaan dalam agama.Dan agama itu sendiri bersifat tidak memaksa.Sehingga, hal yang wajar apabila adanya pandangan bahwa iman datang setelah aman masih melekat pada benak masyarakat.



Wawancara 3
Ustadz Muslih, Mushalla Al-Badar
Dalam pengajiannya, beliau menjelaskan tentang isi dari kitab Nashohihul Ibad.Kitab ini merupakan karya imam nawawi al-bantani.Kitab ini merupakan sarah dari kitab yang dikarang oleh Imam Ghazali.Kitab ini berisi tentang nasihat-nasihat yang baik.
Metode dakwah beliau, khususnya menghadapi nelayan, menurut beliau bagaimana harusnya nelayan ini sadar akan kewajiban seorang muslim dalam hal ibadah.Beliau mengatakan bahwa, secara terusterang, masyarakat nelayan ini berprilaku sembarangan.Sembarang dalam artian mereka (nelayan) ini walaupun beragama Islam, akan tetapi kerap kali ada sebagian yang lalai dalam hal ibadahnya, khususnya dalam shalat.Merekapun terkadang memiliki pemikiran sendiri bahwa, mencari rizqi itu hukumnya wajib, sehingga kewajiban lain seperti shalat dapat digantikan oleh mencari rizqi ini.Dalam artian gugurlah kewajiban shalat itu sendiri.
Sehingga Ustadz Muslih dalam ceramahnya menghadapi masyarakat nelayan khususnya, beliau mengutip ayat Al-Quran Surat Toha ayat 124 :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (١٢٤)
Artinya :
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Ini merupakan dalil yang menjadi rujukan Ustadz Muslih dalam menghadapi masyarakat nelayan khususnya agar tidak meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim, agar orientasi mereka bukan hanya untuk mencari rizqi, melainkan juga untuk ibadah.
Kemudian menurut beliau, barometer majunya Islam, terlihat dari ramainya masyarakat untuk berjama’ah di masjid atau mushalla.Menurut beliau, allhamdulillah bila kita lihat dari jama’ah shalat jum’at, memang fakta lapangan membuktikan bahwa jama’ah sangat ramai bahkan penuh.Ini menandakan bahwa Islam di pesisir Dadap ini beranjak maju.Menurut beliau juga antusiasme masyarakat mengenai keagamaan sangatlah baik.Bahkan menurut beliau, pengajian yang ada di desa Dadap ini dalam satu minggu ini penuh, bahkan ada yang melaksanakannya dua kali.Terlepas dari ibadah yang sifatnya individu atau pribadi, menurut Ustadz sendiri masih adanya masyarakat yang meninggalkan shalat.
Ustadz Muslih ini kerap kali memberikan ceramahnya di mushallanya yakni mushalla Al-Badar.Pengajian yang dilaksanakan pada hari Jum’at ini selalu dilaksanakan setiap minggunya.Dan juga pelaksanaan marhabanan yang dilaksanakan pada malam senin.


Wawancara 4
Ustadz Murod
Hal pertama yang menjadi permasalahan bagi masyarakat desa Dadap dalam menuntut ilmu agama, khususnya ibadah, yakni “kaslan” atau dalam bahasa indonesia berarti “malas”.Sebab, menurut beliau, malas merupakan perbuatan yang sangat disukai iblis, dan malas adalah awal dari kehancuran setiap pekerjaan atau perbuatan anak adam.
Hal lain dalam membentuk karakter masyarakat desa Dadap adalah pembelajaran mengenai “akhlakul karimah” atau artinya “akhlak yang baik”.Kata akhlak sendiri memiliki definisi yang sangat luas.Di desa Dadap ini, bagi Ustadz Murod akhlak merupakan hal paling penting, karena akhlak ini menunjukan sikap seorang muslim yang sebenarnya.Dalam prakteknya, Ustadz Murod memberikan pembelajran mengenai akhlak dalam setiap ceramahnya dan juga dalam pembahasan kajian kitab kuning seperti kitab “akhlakul banin”. Hal kedua yang sangat penting dalam membentuk karakter masayarakat Dadap adalah tentang akidah. Permasalahan lain dalam membangun karakter masyarakat Dadap yakni, mengenai Orientasi atau tujuan para jama’ah yang masih mengharapkan pahala.Pengajian yang rutin dilaksanakan di mushalla setempat ini yang banyak dihadiri oleh mayoritas ibu-ibu dan bapak-bapak lanjut usia ini, menjadi tolak ukur bagi ustadz Murod dalam menelaah karakter para jami’iah pengajian tersebut.Menurut beliau, menjadi sebuah permasalahan manakala mushalla atau masjid hanya dihadiri oleh orang-orang tua saja, sebab komponen lain seperti remaja atau pemuda pemudi masyarakat Dadap ini, mayoritas pergi keluar negri (menjadi TKW/TKI), padahal remaja atau pemuda pemudi inilah yang akan melanjutkan tonggak dakwah tersebut di masa yang akan datang.Dalam proses pengajian tersebut, Ustadz Murod menggunakan metode dakwah yang lebih mengedepankan kehidupan ukhrowi atau akhirat.Hal ini dikarenakan mayoritas peserta atau jami’iah pengajian tersebut adalah ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah lanjut usia.Beliau banyak mengutip riwayat-riwayat yang di ambil dari kitab “Riyadush Shalihin”.Dimana kitab tesebut kurang lebih menerangkan tentang dongeng atau sejarah-sejarah nabi.Hal ini sangat disukai oleh para jama’ah yang mayoritas lanjut usia.Hal ini dikarenakan menurut beliau, mengaji yang seharusnya ketika kita pulang membawa ilmu tersebut dan dapat mengamalkannya, akan tetapi jami’iah yang mayoritas lanjut usia tersebut lebih mengedepankan pahala dibandingkan ilmu yang ia dapat dan dapat ia amalkan.   

Wawancara 5
Ustadz Mufrod
Ustadz Mufrod adalah seorang aktivis, petugas kesehatan, dan juga salah satu pengurus di masjid Nurul Huda di desa Dadap.Dalam setiap ceramah beliau, dikarenakan beliau seorang yang ber-organisasi, maka pendekatan yang beliau lakukan adalah mengenai keorganisasian.Ketika beliau menjabat sebagai sekertaris di kepengurusan DKM masjid Nurul Huda, beliau kerap menerima permasalahan-permasalahan keagamaan yang terjadi di desa Dadap.Contoh kasus yang pernah terjadi menurut beliau adalah sekitar tahun 2008 terjadi kasus masuknya aqidah baru di desa Dadap ini, yakni “Syi’ah”.Menurut situs arrahmah.com , desa Dadap merupakan pusat basis Syi’ah di Indramayu ini.Dari kasus inilah terjadi keributan, sehingga Ustadz Mufrod berencana untuk meneliti dan mengklarifikasi hal itu.Dikarenakan Ustadz Mufrod ini selalu mengikuti pengajian-pengajian salaf (ahlus sunnah wal jama’ah) atau Nahdlatul ‘Ulama, maka faham ke NU-an nya sangat kuat.Ketika beliau menghadapi masalah seperti Syi’ah ini, beliau menggunakan metode toleransi.Dimana toleransi ini dikarenakan menurut beliau, keagamaan masyarakat Dadap yang masih kuat akan faham ahslussunnah wal jama’ah-nya.Sehingga, faham-faham baru seperti Syi’ah, muhammadiah ataupun aliran-aliran lain yang masuk, tidak akan berpengaruh terhadap masyarakat Dadap.Selama faham itu tidak menimbulkan perpecahan atau keributan, maka dalam hal ini Ustadz Mufrod membiarkan faham seperti Syi’ah ini tetap ada.


C.    Kesimpulan

Keagamaan masyarakat Dadap tak terlepas dari peranan seorang Ustadz.Pengajian-pengajian yang rutin dilaksanakan setiap minggunya, merupakan bukti dari adanya seorang penggerak di masyarakat itu sendiri.Semangat keagamaan masyarakat Dadap amatlah tinggi, hal ini berdasarkan kegiatan-kegiatan pengajian yang rutin dilaksanakan setiap minggunya.Dalam praktiknya, para Ustadz ini berusaha dan terus menerus membenahi akhlak dan juga keagamaan masyarakat disini.Terlepas dari setiap kalangan, entah itu nelayan, TKW atau TKI, dan juga anak-anak.
Mayoritas masyarakat Dadap berfahamkan ahlussunnah wal jama’ah ini juga memudahkan peran para Ustadz yang notabennya juga berfahamkan aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Selain hanya mengajarkan mengenai hal-hal yang sifatnya ‘ubudiah, mu’amalah dan lain-lain, Ustadz juga merupakan figur bagi masyarakat, sebab Ustadz itu sendiri bagi masyarakat, dijadikan sebagai sandaran bagi permasalahan duniawi maupun ukhrowi.
Khususnya di Desa Dadap, peranan para Ustadz ini mampu mewarnai dari setiap bidang.Seperti halnya budaya atau tradisi.Tradisi masyarakat Dadap seperti Nadran atau pesta laut yang awalnya dianggap sebagai kegiatan yang menyimpang dari agama, kemudian di warnai oleh para Ustadz ini dengan metode tersendiri.Dengan kata lain, kegiatan Nadran ini tidak langsung dilarang, melainkan mewarnainya dengan pengajian-pengajian, yang awalnya tidak ada kegiatan pengajian ketika dilaksanakannya Nadran.Juga mengenai masalah penyembelihan kepala kerbau yang apabila dilihat sepintas seperti sebuah kegiatan yang menjerumuskan kita kepada kemusyrikan.Hal ini tidak dilihat seperti itu oleh para Ustadz di Desa Dadap.Melainkan meluruskan dan memaknai ulang, apa yang dimaksud dengan penyembelihan kepala kerbau ialah, kita sebagai manusia, hendaknya bersyukur.Bentuk rasa syukur itu seperti penyembelihan kepala kerbau yang awalnya hanya dibuang kelaut, kini kita rubah dari kata “membuang” itu menjadi “memberikan” kepada makhluk Allah yang ada di laut.Hal ini dimaksudkan bukan untuk menghapus tradisi nadran, melainkan mewarnai kembali maksud dan niat dilaksanakannya nadran itu sendiri, sehingga diterima oleh para masyarakat khususnya para nelayan.
Klaim masyarakat luar, di luar masyarakat Pesisir, terhadap masyarakat pesisir khususnya desa Dadap itu sendiri terbantahkan oleh realitas yang terjadi di desa Dadap.Yang mana awalnya masyarakat menilai pesisir itu keras atau berwatak keras, dan keagamaan pesisir yang harusnya amatlah kuat, hal ini terbantahkan oleh realitas yang terjadi di desa Dadap, dan juga berkat peranan para Ustadz yang hampir mayoritas para Ustadz dalam dakwahnya menjunjung tinggi akhlakul karimah atau akhlak yang baik.Akhlakul karimah, Pengajian-pengajian rutin yang dilaksanakan setiap minggunya, ini menjadi bukti bahwa klaim negatif terhadap masyarakat khususnya pesisir desa Dadap ini tidak benar dan tidak dapat di buktikan.Kembali, ini semua berkat peranan para Ustadz di desa Dadap itu sendiri.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Ensiklopedia Tasawuf Filsafat dan Informatika FFSS - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Fitrah Ali Yusuf -