- Back to Home »
- Hermeneutika »
- HERMENEUTIKA FRIEDRICH SCHLEIERMACHER
Posted by : Unknown
28 Feb 2016
Hermeneutika
seperti yang kita ketahui berasal dari istilah Yunani yaitu dari kata hermeneuin
yang berarti menafsirkan, sedangkan dari kata benda yaitu hermeneia secara
harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Lalu telah
dibahas mengenai sejarah hermeneutik mulai dari zaman klasik, pertengahan,
sampai pada zaman modern, yang menjelaskan peran hermeneutik sendiri seperti
pada zaman pertengahan yang menggunakan hermeneutik sebagai penafsiran terhadap
Bible.
Dalam
setiap ilmu pasti ada seseorang yang disebut sebagai Bapak ilmu tersebut, lalu
untuk hermeneutika sendiri ada seorang Filosof yang di sebut sebagai Bapak
Hermeneutika yaitu Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher, ia lahir 21 November
1768 di Breslau Jerman, ia berasal dari keluarga protestan. Dia dianggap
sebagai “pemrakarsa hermeneutika modern” karena telah menghidupkan kembali
tradisi hermeneutika sebagai seni menafsir teks dalam tradisi gereja. Didorong
keinginannya yang mendalam untuk mencari pengalaman iman kristiani,
Schleiermacher sejak muda memang sangat tertarik pada filsafat, terutama
filsafat Kant, bahasa Latin, dan tentu saja Teologi.[1]
Lalu
bagaimana pemikiran hermeneutika Schleiermacher itu sendiri, dalam makalah ini
saya akan menjelaskan pemikiran hermeneutiknya. Dalam pemikiran hermeneutika
Schleiermacher terdapat tiga yaitu seni pemahaman, lingkaran hermeneutik, dan
terakhir interpretasi gramatikal dan interpretasi psikologis.
Hermeneutika
Schleiermacher
Dalam
pernyataan salah satu pembuka kuliah hermeneutika, schleiermacher mengungkapkan
“Hermeneutika sebagai seni pemahaman ternyata belum menjadi sebuah disiplin
umum, hanya sebagai pluralitas dari hermeneutika tertentu”, dalam pernyataan
tersebut disampaikan tujuan fundamentalnya yaitu untuk meletakkan hermeneutika
umum sebagai seni pemahaman. Seni pemahaman yang diingikan Schleiermacher pada
hakikatnya sama, baik itu teks yang berupa sebuah dokumen hukum, kitab-kitab
keagamaan, atau karya sastra. Meskipun dalam setiap teks terdapat berbagai
perbedaan namun dalam perbedaan ini terdapat kesatuan yang lebih mendasar yaitu
teks sesungguhnya ada dalam bahasa, karenanya gramatika digunakan untuk
memperoleh makna sebuah kalimat, gagasan umum berinteraksi dengan struktur
gramatis untuk membentuk makna, terhadap apapun tipe teks tersebut. Dan umum.
Namun
hermeneutika tersebut kata schleiermacher belumlah eksis, malahan, terdapat
beragam “hermeneutika” khusus, khususnya filologi, teologi dan hukum, bahkan
dalam hermeneutika filologi tidak ada koherensi sistematik. Hermeneutika adalah
wadah teori untuk menolong tugas penerjemah teks asli, tetapi teori tersebut
telah terakumulasikan sebagai unsur berkesinambungan yang dilihat begitu penting
dalam memahami teks asli.
Schleiermacher
juga meyakini bahwa hermeneutika harus terkait dengan yang konkret, eksis, dan
berperilaku dalam proses pemahaman dialog. Kapan saatnya kita mengawali
kondisi-kondisi yang berhubungan dengan semua dialog, kapan saatnya kita
beranjak kepada rasionalisme, metafisika dan moralitas, dan menguji hal yang
konkret, situasi aktual yang terlibat dalam pemahaman, maka kita memiliki titik
awal bagi hermeneutika yang dapat digunakan sebagai sesuatu yang inti bagi
hermeneutika khusus seperti bibel.[2]
Selanjutnya
seni eksplanasi, yang merupakan bagian terluas dari teori hermeneutika,
diyakini Schleiermacher berada di luar bidang hermeneutika. “segera penjelasan
(eksplanasi) menjadi lebih ketimbang sisi luar pemahaman, ia menjadi seni
presentasi. Hanya apa yang oleh Ernesti disebut Substilitas intelligendi
(ketajaman pemahaman) yang sebenarnya milik hermeneutika”. Penjelasan menjadi
seni formulasi retorik yang menggantikan seni “pemahaman”. Dalam kondisi-kondisi
dialog, ia merupakan satu langkah untuk mengformulasikan sesuatu dan membawanya
dalam pembicaraan. Perbedaan fundamental dari pembicaraan dan pemahaman yang
membentuk basis bagi arah baru dalam hermeneutika, dan membuka jalan bagi basis
sistematik dalam teori pemahaman. Jika hermeneutia pada dasarnya tidak lagi
tercurahkan pada klarifikasi problem praktis yang beragam dalam menafsirkan
perbedaan bermacam-macam teks, maka ia dapat menjadikan perilaku pemahaman
sebagai titik awal yang sebenarnya, dan dengan demikian hermeneutika bagi
Schleiermacher sungguh merupakan “seni pemahaman”.[3]
Bagi
Schleiermacher, pemahaman sebagai sebuah seni adalah mengalami kembali proses
mental dari pengarang teks, yaitu sebuah upaya pembalikan di mana –jika sebuah
teks bermula dari kondisi kejiwaan yang kemudian dituliskan dan menjadi sebuah
teks baku– hermeneutik justeru berangkat dari teks yang sudah selesai tersebut
untuk kembali dan melacak, tidak saja awal mula pembuatan, tetapi bahkan
kondisi mental tempat mana teks tersebut lahir.[4]
Lingkaran
Hermeneutis
Pemahaman
pada dasarnya merupakan tindakan referensial, kita memahami sesuatu karena
mengkomparasikannya (membandingkannya) dengan sesuatu yang telah kita ketahui.
Apa yang kita pahami membentuk dirinya sendiri ke dalam kesatuan sistematik,
atau lingkaran-lingkaran itu membentuk bagian-bagian. Lingkaran secara
keseluruhan mendefinisikan bagian-bagian individu, dan bagian-bagian tersebut
bersama-sama membentuk lingkaran itu. Misalnya satu kalimat utuh merupakan satu
kesatuan, kita memahami makna kata tunggal dengan melihatnya dalam mengacu
kepada keutuhan kalimat dan dengan hubungan timbal balik, makna kalimat secara
keseluruhan bergantung kepada makna kata tunggal itu. Dengan interaksi
dialektis antara keseluruhan dan bagian itu, maka masing-masing memberikan
makna lain, dengan begitu pemahaman merupakan lingkaran. Karena di dalam
‘lingkaran’ ini makna menjadi pijakan, dan hal tersebut disebut “lingkaran
hermeneutis”.
Selanjutnya
bagaimanapun, suatu bentuk “lompatan” ke dalam lingkaran hermeneutis terjadi
dan kita mengerti keseluruhan dan bagian itu secara bersama-sama.
Schleiermacher menyisakan ruang bagi faktor itu, ketika ia melihat hermeneutika
sebagiannya sebagai persoalan komparatif dan sebagian lagi persoalan intuitif
dan firasat. Untuk berjalan sepenuhnya, lingkaran hermeneutis mengasumsikan
sebuah unsur intuisi.
Dengan
gambaran spasialnya, lingkaran hermeneutis mengajukan sebuah wilayah saling
memahami. Karena komunikasi merupakan relasi dialogis, di sana di asumsikan
dari permukaan luarnya komunitas makna yang secara bersama-sama dibuat oleh
pembicara dan pendengar. Ini nampaknya melibatkan kontradiksi lain: apa yang
harus dipahami harus pula sudah diketahui. Contoh umum, pengalaman
ketidakmampuan mamahami dalam membaca pengarang besar, katakanlah Kierkegaard,
Nietzsche, atau Heidegger: problemnya adalah bahwa perolehan pemahaman arah
keseluruhan dari pikiran pengarang tanpa melibatkan pernyataan-pernyataan
individual dan bahkan keseluruhan makna tidaklah bermakna. Terkadang kalimat
tunggal akan menjelaskan dan menggambarkan semua yang terjadi sebelumnya tanpa
adanya koherensi pada keseluruhan maknanya, justru karena ia mengesankan
“sesuatu yang utuh” tentang hal yang dibicarakan pengarang.
Dengan
demikian, lingkaran hermeneutis berlaku tidak hanya pada level linguisik tetapi
juga pada level “persoalan” yang didiskusikan. Baik pembicara dan pendengar
harus saling memahami bahasa dan subyek wacananya. Baik pada level sarana
wacana (bahasa) dan materi wacana (subyek), prinsip pra-pengetahuan –atau
lingkaran hermeneutis- dioperasikan dalam setiap pembentukan pemahaman.
Interpretasi
Gramatis dan Interpretasi Psikologis
Dalam
pemikiran Schleiermacher berikutnya, terdapat suatu kecenderungan lebih jauh
untuk memisahkan wilayah bahasa dari wilayah pemikiran. Yang pertama adalah
wilayah interpretasi “gramatis” dan yang kedua interpretasi “psikologis” yang
awalnya Schleiermacher sebut interpretasi “teknik”.[5]
Interpretasi
gramatis diawali dengan menempatkan pernyataan berdasarkan aturan obyektif dan
umum. Bagi Schleiermacher, tugas hermeneuti adalah mengisolasi si proses
pemahaman sehingga muncul metode hermeneutika yang independen. Dengan begini ia
menceraikan diri dari hermeneutika yang sebelumnya hanya terpaku pada persoalan
bahasa asing atau teks-teks tertulis (kitab suci atau buku-buku klasik).
Interpretasi seperti ini, yang ia sebut interpretasi obyektif, mengincar
“bahasa umum/bersama” sembari tidak mengindahkan pengarang. Ketika makna sebuah
kata sudah ditemukan terlepas apakah memang begitu yang dimaksud pengarang atau
tidak, maka interpretasi objektif sudah dapat dikatakan berhasil. Namun,
interpretasi ini juga dikatakan ‘negatif’, karena dia menentukan batas
pemahaman itu sendiri, sebab elemen kritisnya hanya diarahkan pada makna kata.
Tawarannya adalah interpretasi teknis, artinya yang mesti diincar oleh
interpretasi adalah subjektivitas dari orang yang bicara atau pengarang,
sedangkan bahasa yang dipakai dapat diabaikan. [6]
Itulah
mengapa Schleiermacher disamping menekankan pentingnya interpretasi gramatis
yang ia adopsi dari filologi, juga menekankan interpretasi teknik yang kemudian
disebut interpretasi psikologi. Interpretasi psikologis ini adalah upaya
menempatkan “kepala” kita ke dalam ‘kepala” pengarang, berusaha melacak asal-usul
“batiniah” dari karyanya itu. Dan inilah kontribusi Schleiermacher yang paling
orisinil. Baginya, memahami bukanlah muatan objektif dari apa yang terucap atau
tersurat akan tetapi konstruksi estetis (proses pembuatan berdasarkan keempuan
pengarang).
Dalam
interpretasi psikologi tidak terhindarkan adanya semacam ramalan atau tebakan
terhadap apa yang sesungguhnya dimaksud pengarang. Namun justru di dinilah
timbul kebuntuan, karena subjektivita psikologis pengarang ini tidak akan bisa
di tangkap secara komprehensif jika dikaitkan dengan subjek-subjek lain yang
ada di masa dia. Subjektivitas pengarang tidak akan tertangkap secara utuh jika
tidak dibandingkan dan hadapkan dengan orang lain dimasa dia. Karena
interpretasi psikologi dengan sendirinya memuat elemen teknis untuk mengetahui
bagaimana cara orang-orang berbahasa di zaman pengarang dan mengenali elemen
diskursif untuk menangkap apa sesungguhnya yang menjadi topik hangat dan
semangat zaman waktu itu. Kebuntuan tadi diperparah ketika elemen perbandingan
tadi disandingkan dengan sisi gramatikal dan teknis ini.[7]
Kebuntuan
ini hanya bisa dibatasi dengan cara mengklarifikasi hubungan karya itu dengan
subjektivitas pengarang dan dengan mengalihkan arah interpretasi empatik
terhadap subjektivitas pengarang menuju pengertian dan rujukan dari karya itu
sendiri (bukan dalam pengertian interpretasi objektif-gramatikal).
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pemikiran Schleiermacher tentang
hermeneutika itu, yaitu pemahaman sebagai sebuah seni adalah mengalami kembali
proses mental dari pengarang teks, lalu mengenai lingkaran hermeneutis
seseorang harus sudah mempunyai pra-pengetahuan untuk mengkaji sesuatu, dan
penafsiran terhadap sebuah teks
misalnya, bagian-bagian kata tertentu hanya bisa dipahami dalam kaitannya
dengan keseluruhan teks atau kalimat. Begitu juga sebaliknya, keseluruhan teks
atau kalimat hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan bagian-bagian kata yang
membangun susunan teks atau kalimat tersebut. Terakhir mengenai interpretasi,
dalam mamahani sebuah teks atau ingin menafsirkan sebuah teks itu antara
interpretasi gramatikal dan interpretasi psikologis berjalan secara integral.
Daftar
Pustaka
Muzir,
Inyiak Ridwan. 2008. Hermeneutika Filosofis Hans-Georg Gadamer.
Jogjakarta; Ar-Ruzz Media
Raharjo,
Mudjia. 2008. Dasar-dasar Hermeneutika, Antara Intensionalisme dan Gadamer. Jogjakarta;
Ar-Ruzz Media
Ramdhany,
Dany. 2014. Konsep Hermeneuti Friedrich Schleiermacher. From http://pojokinspirasiushuludin.blogspot.com/2014/04/konsephermeneutikfriedrich.html diunduh pada tanggal 09 Maret 2014 pukul 21.15 WIB
Palmer,
Richard E. 2005. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. Yogyakarta;
Pustaka Pelajar.
[1] Mudjia
Rahardjo. Dasar-dasar Hermeneutika antara intensionalisme dan Gadamer. Hal.
37
[2] Richard
E. Palmer. Hermeneutika, Teori baru mengenai interpretasi. Hal 95
[3] Ibid hal
97
[4]
Ramdhany, Dany. 2014. Konsep Hermeneuti
Friedrich Schleiermacher. From http://pojokinspirasiushuludin.blogspot.com/2014/04/konsephermeneutikfriedrich.html diunduh pada tanggal 09 Maret 2014 pukul 21.15
WIB
[5] Op. Cit
hal 100
[7] Ibid hal
73