- Back to Home »
- Materialisme
Posted by : Fitrah Ali Yusuf Abdillah
17 Jun 2014
Materialisme
Materialisme
adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para filosof,
seperti Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini
menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya dan biasanya paham
ini dihubung-hubungkan dengan teori atomistik yang berpendapat bahwa benda-benda
tersusun dari sejumlah unsur. Ketika paham ini pertama muncul, paham
tersebut tidak mendapat banyak perhatian karena banyak ahli filsafat
yang menganggap bahwa paham ini aneh dan mustahil. Namun pada sekitar
abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat karena sudah banyak
para filosof yang menganut paham tersebut. Walaupun teori sudah banyak
dianut para filosof, teori ini masih banyak ditentang oleh para tokoh
agama karena paham ini dianggap tidak mengakui adanya Tuhan dan dianggap
tidak dapat melukiskan kenyataan.
Pengertian dan Beberapa Ajaran Materialisme
Materialisme seringkali
diartikan sebagai suatu aliran filsafat yang meyakini bahwa tidak ada
sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran, roh, kesadaran dan
jiwa tidak lain hanyalah materi yang sedang bergerak. Menurut mereka,
pikiran memang ada tetapi tak lain disebabkan dan sangat tergantung pada
perubahan-perubahan material. Intinya, mereka menganggap bahwa materi
berada di atas segala-galanya. Beberapa pendapat mereka yang lain
adalah:
-
-
-
-
Tidak ada sesuatu yang bersifat non-material separti roh, hantu, setan, malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada.
-
Tidak ada Tuhan atau dunia adikodrati (supranatural). Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi aktivitas materi.
-
Setiap peristiwa mempunyai sebab material, dan penjelasan material tentang semua itu merupakan satu-satunya penjelasan yang tepat.
-
Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada Sebab Pertama atau Penggerak Pertama.
-
Bentuk material dari barang-barang dapat diubah, tapi materi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
-
Tidak ada kehidupan yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi dalam suatu peralih-wujudan kembali yang abadi dari materi.
-
-
-
Sejarah Perkembangan Materialisme
Pada awalnya, materialisme
tidak mendapat banyak perhatian karena dianggap aneh dan mustahil. Baru
pada abad pertengahan abad 19, materialisme tumbuh subur sekali di
Barat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut antara
lain:
-
Orang dengan paham materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas ilmu pengetahuan.
-
Paham materialisme berpegang pada kenyataan-kenyataan yang mudah dimengerti, bukan pada dalil-dalil abstrak.
-
Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum.
Namun, paham materialisme
banyak ditentang oleh para tokoh agama karena terang-terangan tidak
mengakui Tuhan. Seorang anti-materialisme bernama Friedrich Paulsen
berkata “Kalau materialisme itu benar, maka segala sesuatu di dunia ini
akan dapat diterangkan, termasuk bagaimana atom membentuk teori
materialisme itu sendiri yaitu dapat berfikir dan berfilfasaf”. tenyata
hal itu sama sekali tak dapat diterangkan oleh kaum materialisme.
Filsafat
materialisme inilah yang mempengaruhi filosof alam dalam menyelidiki
asal-usul kejadian alam ini. Di antara filosof-filosof alam tersebut
adalah:
-
Thales (625-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah air.
-
Anaximandros (610-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah apeiron, yaitu unsur yang tak terbatas.
-
Anaximenes (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah udara.
-
Heraklitos (540-475 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah api.
-
Demokritus (460-360 SM) berpendapat bahwa hakikat alam adalah atom-atom yang amat banyak dan halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian alam semesta.
Kaum
materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh, mereka menganggapnya
hanya sebagai pancaran materi. Thomas Hobbes (1588-1679), seorang ahli
pikir Inggris beralasan bahwa seperti perjalanan yang tidak lepas dari
orang yang berjalan, demikian juga gagasan, sebagai sesuatu yang
bersifat rohani juga tidak lepas dari organisme yang berpikir, yang
mempunyai gagasan. Materialisme pada abad 18 dan 19 seringkali sangat
bersifat mekanistis, seperti pernah diutarakan oleh Holbach (1723-1789)
bahwa segi manusia yang tidak kelihatan disebut jiwa, sedangkan segi
alam yang tidak kelihatan disebut Tuhan.
Materialisme Dialektika
Di negara-negara komunis, materialisme dialektika merupakan filsafat resmi negara, disingkat menjadi “ diamat ”
(dialektika materialisme). Secara singkat, dialektika beranggapan bahwa
segala perubahan yang terjadi di alam semesta adalah akibat dari
konflik persaingan dan kepentingan pribadi antar kekuatan yang saling
bertentangan.
Ahli-ahli pikir yang meletakkan dasar
bagi sistem ini adalah Karl Marx (1818-1883) dan Friederich Engels
(1820-1895), sedangkan W.E. Lenin mengembangkannya lebih lanjut. Marx
dan Engels menggunakan dialektika untuk menjelaskan keseluruhan sejarah
dunia. Marx menyatakan bahwa sejarah kemanusiaan senantiasa didasarkan
pada konflik, yang terutama antara kaum buruh (proletar) dan masyarakat
kelas atas (borjuis). Ia meramalkan bahwa kaum buruh pada akhirnya akan
menyadari bahwa harapan satu-satunya untuk mereka adalah bersatu dan
melakukan revolusi. Sebelum Marx juga telah ada seorang perintis benama
Tschernyschewski (+1889).
Sarjana ini melawan dualisme jiwa-badan dengan berpendapat bahwa
manusia dapat diterangkan secara tuntas dengan bantuan ilmu kimia dan
fisiologi. Yang dianggap sebagai rohani sebenarnya adalah sifat
keteraturan dalam organisme yang memberikan reaksi.
Tschernyschewski
juga mempengaruhi gurunya Ivan Pavlov (1845-1936). Pavlov melakukan
serangkaian eksperimen terhadap anjing yang dibiasakan untuk diberi
makanan sambil dibunyikan bel. Anjing tersebut mengeluarkan air liur.
Lama-kelamaan, anjing tersebut berliur hanya karena mendengar bel tanpa
ada makanan. Pavlov menyebut refleks ini (berliur karena mendengar bel)
sebagai refleks bersyarat. Dari sini Pavlov berpendapat bahwa seluruh
proses belajar hewani dapat diterangkan lewat refleks-refleks bersyarat.
Marx,
Engels dan Lenin juga mengakui bahwa alam rohani mempunyai sifat-sifat
khas, tetapi secara dialektika ini tergantung kepada materi. Faham
materialisme kuno menjadikan mesin sebagai ukuran untuk menerangkan
alam, kehidupan hewani dan manusia. Pendekatan ini tentu tidak memadai
karena dunia hendaknya dipandang sebagai suatu proses yang dinamis.
Dalam
dialektika alam raya, perkembangan dan penjumlahan kwantitatif pada
suatu ketika berbalik secara dialektik dan terjadi suatu perubahan
kwantitatif. Lompatan kwantitatif dari energi menjadi unsur kimia. Terus
menjadi zat hidup terus lagi menjadi roh merupakan tahap-tahap
dialektika dalam alam kebendaan yang dinamis. Tak ada materi tanpa gerak
dan dalam perkembangan ini segala sesuatu saling bertalian, tak ada
satu gejala yang dapat dimengerti lepas dari gejala-gejala lainnya
(lewat abstraksi-abstraksi kita hanya membuat momen-momen saja).
Demikianlah teori Hegel diputar dan ditegakkan secara dialektika. Bukan
materi yang merupakan hasil dari roh yang berkembang secara dialektika
melainkan sebaliknya.
Hegel
mengambarkan bagaiman roh mengasingkan diri dari dirinya sendiri karena
dalam kenyataan semakin menjadi lahiriah. Hal ini terutama
ditampilkannya dalam konsep tentang materi. Menurut Marx pun terjadi
semacam pengasingan. Pengasingan itu tak lain adalah kesadaran manusia
yang menyatakan diri lewat kerja sama sosial di dalam obyek yakni
produk. Produk itulah kesadaran sosial yang terasing terhadap dirinya
sendiri. Jadi pengasingan ini niscaya tetapi setiap kali harus
dinetralisir lagi dengan menyadarinya. Kesadaran manusia ditentukan oleh
keadaan sosialnya dan proses penyadaran diri itu tidak berarti bahwa
manusia mengotak-atik hal-hal rohani seperti Hegel melainkan bahwa ia
berbuat sesuatu, terdorong oleh kesadaran sosial menuju hari depan.
Ide-ide,
menurut Marx tak lain adalah terjemahan barang-barang material yang
mengendap dalam kepala manusia. Dan ideologi-ideologi merupakan
pengelompokan ide-ide. Ideologi-ideologi selalu bersifat konservatif,
ingin mempertahankan konstelasi sosial tertentu (feodalime, kapitalisme)
dengan menyelimuti kenyataan sosial atau mempercantiknya (misalnya
dalam faham idealisme hal ini terjadi dengan bantuan filsafat.
Bandingkan juga “agama merupakan candu bagi masyarakat”). Hanya
materialisme dialektikalah yang merupakan suatu ideologi progresif yang
mengungkapkan praxis sosial secara murni dan yang sebaliknya juga
merangsang kemajuan sosial.
Dari sini
dapat kita simpulkan bahwa materialisme dialektika berlawanan dengan
materialisme kuno yang justru ingin mengakui subyek yang aktif, manusia
dijadikan kunci memahami alam raya dan materi. Gambaran dialektika
mengenai materi dan evolusi kehidupan yang baru dapat dimengerti dari
titik akhir evolusi itu ialah dorongan sosial menuju negara sosialis
yang mereka anggap membahagiakan. Materialisme dialektika ini ternyata
memperlihatkan kekurangan khususnya dalam tulisan Lenin dan Stalin
karena kesadaran dilukiskan sebagai pencerminan terhadap alam kebendaan.
Marx dalam tulisan-tulisan awal menunjukkan hal lain justru karena
demikian menghargai kehidupan sosial serta memberikan peranan aktif
kepada kesadaran dan idelogi. Maka ia menyimpulkan bahwa kesadaran itu
biarpun tidak boleh ditafsirkan secara idealistis dan lepas dari
kehidupan sosial, namun tidak lebih rendah dari materi atau tergantung
pada materi.
Kesimpulan
Materialisme adalah salah satu paham
filsafat yang banyak dianut oleh para filosof, seperti Demokritus,
Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini menganggap bahwa materi
berada di atas segala-galanya. Ketika paham ini pertama muncul, paham
tersebut tidak mendapat banyak perhatian karena banyak ahli filsafat
yang menganggap bahwa paham ini aneh dan mustahil. Namun pada sekitar
abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat karena sudah banyak
para filosof yang menganut paham tersebut.
Filsafat
materialisme inilah yang mempengaruhi filosof alam dalam menyelidiki
asal-usul kejadian alam ini. Di antara filosof-filosof alam tersebut
adalah:
-
Thales (625-545 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah air.
-
Anaximenes (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah udara.
-
Heraklitos (540-475 SM) berpendapat bahwa unsur asal adalah api.
-
Demokritus (460-360 SM) berpendapat bahwa hakikat alam adalah atom-atom yang amat banyak dan halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian alam semesta.
Sedangkan
materialisme dialektika secara singkat dapat diterangkan sebagai paham
yang berkeyakinan bahwa segala perubahan yang terjadi di alam semesta
adalah akibat dari konflik persaingan dan kepentingan pribadi antar
kekuatan yang saling bertentangan. Ahli-ahli pikir yang meletakkan dasar
bagi sistem ini adalah Karl Marx (1818-1883) dan Friederich Engels
(1820-1895). Marx dan Engels menggunakan dialektika untuk menjelaskan
keseluruhan sejarah dunia. Marx menyatakan bahwa sejarah kemanusiaan
senantiasa didasarkan pada konflik, yang terutama antara kaum buruh
(proletar) dan masyarakat kelas atas (borjuis). Ia meramalkan bahwa kaum
buruh pada akhirnya akan menyadari bahwa harapan satu-satunya untuk
mereka adalah bersatu dan melakukan revolusi. Di negara-negara komunis,
materialisme dialektika merupakan filsafat resmi negara.