.


Posted by : Unknown 18 Jan 2016


KONDISI KEBERAGAMAAN MASYARAKAT
(TINJAUAN PRAKTIK KEBERAGAMAAN MASYARAKAT DESA BUNTET KECAMATAN ASTANAJAPURA)
BAB I
A.    Latar Belakang
Dalam setiap kehidupan manusia, ada salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perjalanan hidup ini, apakah aktor tersebut? Faktor ini tidak lain dan tidak bukan adalah faktor agama. Mengapa demikian? Karena agama adalah suatu sistem yang menaungi segala tata cara bagaimana kita menjalani hidup ini.  Pengertian agama menurut Emile Durkheim adalah suatu sistem yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci dan menyatukan semua penganutnya dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat.

Apabila melihat pengertian agama yang diungkapkan diatas, berarti agama selain adanya rasa percaya juga harus dibarengi dengan praktik keagamaan yang dilakukan karena yakin dengan kepercayaan tersebut.  Selain hal tersebut syarat suatu kepercayaan bisa disebut sebagai suatu agama adalah harus dengan adanya Tuhan (sesuatu yang di sembah), kitab (pedoman kepercayaan), Nabi (pembawa pesan/risalah), penganut (orang yang memegang/mempercayai kepercayaan tersebut), dan Ritual (praktik kepercayaan). 

Lalu bagaimana dengan Islam, apakah Islam masuk dalam definisi agama? Apakah memenuhi syarat untuk disebut agama? Apabila muncul pertanyaan seperti itu tentu saja jawabannya adalah iya, iya, dan iya. Islam adalah kepercayaan, sebuah keyakinan yang diyakini oleh masyarakat dan praktiknya pun ada, selain itu juga memenuhi syarat untuk disebut sebagai sebuah agama, karena ada sesuatu yang disembah yaitu Allah, ada kitabnya yaitu Al-Qur’an, ada pembawanya yaitu Nabi Muhammad SAW, ada umatnya, dan juga ada ritualnya seperti shalat, zakat, puasa, dan lain-lainnya.

Lalu dilihat dari agama adalah faktor penting bagi manusia, dan membentuk karakter manusia yang nantinya akan bermasyarakat, dalam diri setiap masyarakat itu seperti yang kita ketahui pasti memiliki karakter yang berbeda-beda, apalagi dalam karakteristik keberagamaannya, seperti ajaran dalam Islam mengajarkan akan pentingnya menciptakan hubungan dengan Tuhan atau dalam kita Islam sebut hablumminallah dengan baik baik melalui cara seperti shalat, puasa dan puasa dan ibadah mahdoh lainnya, harus seimbang juga hubungan antara sesama manusianya atau dalam Islam kita menyebutnya habluminannass. Lalu bagaimanakah pernyataan tersebut di kaitannya dengan masyarakat buntet yang notabene nya kawasan pesantren hal ini menjadikan seharusnya semangat dan tradisi keagamaan seharusnya kuat.   

Buntet, apa yang terlintas pertama kali dipikaran kita ketika mendengar kata itu, ketika hal ini ditanyakan kepada saya untuk pertama kali dan belum mengetahui Buntet, mungkin saya akan menilai dari ketenaran nama Buntet pesantren yaitu kawasan santri, dimana-mana ada pesantren, dan pastinya kondisi keagamaannya baik dan bagus, intinya tidak ada yang aneh dan melanggar aturan agama. Tapi tahukah kita bahwa sebenarnya buntet pesantren itu lokasinya atau tempatnya tidak ada di daerah desa Buntet? Melainkan ada di tetangga desanya yaitu desa Mertapada Kulon, dimana itu adalah sebuah nama salah satu bloknya, lalu mengapa demikian, mengapa nama Buntet ditarik untuk daerah tersebut? Sebenarnya menurut keterangan yang saya dapat dari Kang Jirjis salah satu tokoh masyarakat yang berinteraksi langsung dengan masyarakat Buntet, mengatakan bahwa mengapa blok tersebut dinamakan Buntet pesantren karena dahulunya buntet pesantren itu didirikan oleh para sesepuh di daerah Buntet, bekas sejarahnya juga ada yaitu berupa makam santri, di daerah yang bernama dauan sela yang masuk administrasi desa Buntet, namun karena terus menerus mendapat tekanan dan serangan dari para penjajah maka para sesepuh memindahkannya ke daerah sekarang yang menjadi pusat Buntet pesantren.

Lalu ketika kita sudah mengetahui mengenai sejarahnya, bagaimana keadaan desa buntet yang sebenarnya, apakah sama dengan dugaan awal kita sebelum tahu atau berbeda? Terutama mengenai keadaan beragama masyarakat desa Buntet sendiri?

B.    Rumusan Kajian (Fokus Kajian)
Karakteristik setiap masyarakat seperti yang kita tahu berbeda satu dengan yang lainnya, terlebih lagi mengenai karakteristik keberagamaan suatu masyarakat. Salah satu faktor yang kita butuhkan untuk menilai suatu karakteristik suatu masyarakat adalah dari ritualnya atau praktiknya, ada beberapa temuan yang saya temukan ketika melaksanakan kegiatan PPL terkhusus untuk blok buntet desa ini. Oleh karena itu maka penelitian ini akan mengkaji bagaimana kondisi dan karakteristik keberagamaan masyarakat Buntet desa.
BAB II

A.    Kondisi Demografi
Luas wilayah Desa Buntet  Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon yaitu 267.539 Ha yang penggunaannya terdiri dan tanah sawah 183 Ha dan tanah fasilitas umum 18,259 Ha. Dengan keadaan alam curah hujan antara 250 mm, suhu rata- rata harian 26oC- 31oC dengan tinggi dataran 1 - 3 m diatas permukaan laut.

Desa Buntet terbagi dalam 4 Dusun dan  8 RW (Rukun Warga) dan 29  RT (Rukun Tetangga).
Desa Buntet berbatasan dengan   
Ø    Sebelah Utara     : Desa Kanci
Ø    Sebelah Timur     : Desa Mertapadawetan
Ø    Sebelah Selatan     : Desa Mertapada Kulon
Ø    Sebelah Barat     : Desa Gumulung Tonggoh
Jarak Orbitasi dengan Pusat Pemerintahan adalah:
·    Jarak ke ibukota Kecamatan     :  0.300 Km
·    Jarak ke ibukota Kabupaten    :        25 Km
·    Jarak ke ibukota Propinsi         :      126 Km
Jumlah Penduduk Desa Buntet  sampai dengan 31 Desember 2013 sebanyak 7.887 jiwa yang terdiri dari 3.974 laki laki dan 3.913 perempuan dengan jumlah KepaIa Keluarga sebanyak 2.281 Kepala Keluarga terdiri dari Laki-laki 1.642 KK dan Perempuan 639 KK.

B.    Masalah-masalah lain sebagai konteks dari fokus masalah yang dipilih
Masalah-masalah lain yang muncul dalam masyarakat desa Buntet adalah mengenai masalah pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Dari semua bidang ini saling berkaitan satu sama lainnya. 

Pertama, kaitan antara masalah pendidikan dan masalah keberagamaan masyarakat Buntet desa ini, masyarakat buntet desa memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah karena menurut data yang diperoleh dari setiap rw rata-rata tingkat pendidikan masyarakat hanya sampai tingkat SMP dan SMA jarang untuk masyarakat desa Buntet sampai kepada jenjang perkuliahan, ada mungkin hanya satu ataupun dua. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan mereka akan pentingnya agama dalam kehidupan mereka, juga akan mempengaruhi semangat mereka untuk berkumpul dengan orang lain dengan tujuan membangun desa bahkan umat karena mereka akan minder dengan pendidikan mereka yang rendah, timbul kurang percaya diri dalam hati masyarakat untuk bersemangat dalam beribadah. 

Kedua, masalah Ekonomi dengan masalah Agama, kondisi ekonomi masyarakat desa Buntet ini tergolong pada tingkat yang rendah, kebanyakan masyarakatnya hanya bekerja sebagai supir truk dan buruh, sedikit yang menjadi PNS, ataupun pekerjaan yang memadai lainnya, karena masalah ekonomi yang rendah ini banyak masyarakat desa Buntet melakukan kegiatan sehari-harinya hanya terfokus kepada masalah perekonomian, bagaimana caranya hari ini bisa makan, mereka bekerja dari pagi hingga sore, terlebih lagi banyak anak-anak yang masih tergolong usia sekolah sudah ikut bekerja menjadi kuli dan pemandi mobil truk. Bahkan dari keterangan yang di dapat dari salah seorang warga, anaknya tidak melanjutkan sekolah ke SMA dan lebih memilih bekerja merantau ke Jakarta untuk membantu kedua orang tuanya. Melihat hal tersebut mengakibatkan masalah pentingnya agama sebagai petunjuk hidup terabaikan karena masyarakat sibuk untuk mengejar dunia, sibuk untuk mencari sesuap nasi agar bisa hidup, sampai-sampai banyak ibu-ibu yang belum bisa mengaji, bahkan untuk mengaji iqra pun.

Ketiga mengenai masalah lingkungan dengan masalah agama, masalah lingkungan yang ada di desa Buntet adalah menganai masalah sampah yanng mana masyarakat masih membuang sampah sembarangan ke aliran sungai. hal ini mengakibatkan banyaknya masalah, seperti sampah yang menumpuk, bau, dan nanti akan berujung kepada masalah kesehatan dimana masyarakat ini kurang dan hal kebersihannya, tidak ada kessadaran dari berbagai pihak mengenai masalah sampah ini, mengapa ini terjadi? Bukan hanya karena masalah faktor pendidikan yang kurang sehingga mereka kurang peduli masalah pendidikan namun juga masalah agama yang kurang mereka dapat sehingga tidak pernah ada kesadaran tentang kebersihan dan kerjasama antara pemerintah desa, masyarakat, dan tokoh agama untuk menanggulangi masalah ini.
BAB III
A.    Struktur Masalah yang menjadi Fokus
Pengujian awal mengenai kondisi keberagamaan masyarakat desa buntet apakah bagus atau tidak didapat dari hasil wawancara dengan berbagai tokoh masyarakat dan masyarakatnya sendiri, dapat dilihat beberapa pertimbangan seperti:

Pertama, perilaku ritual keberagamaan masyarakat desa buntet, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Mengenai ibadah shalat masyarakat desa buntet sebagaimana data yang di dapat dari tokoh agama yang menangani dan bergaul langsung dengan masyarakat desa buntet adalah masyarakat yang jarang shalat, bukan hanya lalai tapi juga terkadang meninggalkannya, bukan hanya itu masjid maupun musholah-musholah yang ada di desa buntet juga sepi, kebanyakan yang mengisi hanya ibu-ibu parubaya menjelang tua, sedikit untuk para laki-lakinya mungkin hanya 4 sampai 5 orang saja, ketika hal ini ditanyakan kepada ibu-ibu yang ada di situ, mereka menjawab bahwa kebanyakan masyarakat kerja sebagai supir sehingga datangnya sore, sehingga tidak sempat untuk shalat berjama’ah, lalu shalatnya bagaimana kalau sedang menyetir truk, terkadang karena nanggung sedang menyetir mobil mereka pun jadi melalaikan shalat.  Selanjutnya mengenai masalah puasa, menurut salah seorang yang kami tanyai, masyarakat desa buntet tidak kuat untuk berpuasa, banyak warga beralasan bahwa bekerja sebagai supir menuntut mereka untuk fokus agar terhindar dari kecelakaan sehingga kalau sedang berpuasa jadi tidak fokus karena lapar. Untuk masalah zakat karena itu adalah hal yang tidak terlihat dan sifatnya privasi belum diketahui apakah rajin berzakat atau tidak, baik itu zakat fitrah ataupun maal. Terakhir mengenai ibadah Haji, ada dalam keyakinan pada pemikiran masyarakat bahwa yang pergi haji itu nantinya tidak akan kembali dan meninggal di tanah suci sehingga sedikit masyarakat desa buntet yang sudah pergi haji.

Kedua, mengenai apabila ramainya sebuah musholah dan masjid itu adalah tolak ukur majunya Islam itu sendiri, ini berbanding terbalik dengan keadaan masjid dan musholah di desa buntet yang sepi dari kegiatan, baik itu kegiatan mengaji maupun belajar keagamaan. Setiap musholah mungkin hanya ada kegiatan pengajian seminggu sekali, itupun hanya pengajian ibu-ibu, tidak ada kegiatan mengaji anak-anak setelah maghrib, di masjid desa pun tidak ada kegiatan sama sekali bahkan untuk pengajian tiap minggu karena tidak adanya ustadz yang membimbing. Jadi apabila itu menjadi tolak ukur maka apakah Islam di desa buntet maju atau belum, kalian dapat menyimpulkannya sendiri.

Ketiga, mengenai semangat untuk memperingati hari besar Islam seperti Rajaban ataupun muludan, masyarakat masih kurang partisipatif untuk acara tersebut, kegiatan ini mungkin hanya dilakukan dan pelopori oleh pemerintah desa dan DKM Masjid. 

Keempat, tokoh penggerak atau motor penggerak masyarakat. Masyarakat desa buntet ini sangat butuh seorang figur tokoh agama yang memimpin mereka untuk mengenal agama, ini terbukti ketika kyai Haffas masih hidup dan berdakwah di buntet desa keadaan keberagamaan masyarakat buntet semakin membaik, dari yang tidak shalat jadi shalat, dulunya yang tidak ada keinginan untuk berqurban jadi mau berqurban, untuk pemuda yang suka minum juga jadi mulai terkikis, itu semua karena ada sosok yang menuntun mereka ke jalan yang benar. Namun, ketika kyai Haffas meninggal masyarakat menjadi kehilangan arah dan kembali lagi kepada hal-hal tersebut.

Kelima dan yang terakhir adalah pengaruh kejawen yang kuat dalam keyakinan masyarakat. Keyakinan ini turun temurun dari orang tua mereka, dan itu masih terlihat sampai saat ini seperti adanya bebarik dan tradisi blok rengas harus selalu diadakan pertunjukkan wayang.

B.    Analisis secara Personal sebagai refleksi atas semua struktur masalah dan hubungan antar masalah dengan konteks demografi dan masalah lain.
Sebenarnya antara satu masalah yang muncul di masyarakat dengan masalah yang lainnya saling berkaitan, faktor agama yang lemah dapat disebabkan oleh faktor yang lainnya seperti pendidikan, karena kurangnya pengetahuan dalam diri masyarakat menyebabkan mereka juga kurang untuk mengetahui pentingnya agama, faktor ekonomi menuntut mereka untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah dulu dibanding dengan kebutuhan rohani, dan kurangnya faktor agama menyebabkan kurangnya kepedulian mereka akan menjaga lingkungan. 

Sedikit membingungkan ketika dikaitkan dengan kondisi demografi wilayah desa buntet sendiri karena desa buntet memiliki potensi besar untuk menjadi desa yang maju, karena memiliki potensi alam yang memadai dengan begitu luasnya daerah pesawahan, bahkan adanya tambang galian pasir yang dapat menjadi mata pencaharian. Selain itu wilayah desa buntet sangat dekat dengan wilayah pesantren namun mengapa masalah pendidikan dan agama rendah, meskipun dalam realitasnya banyak kyai-kyai pesantren yang mengulurkan tangan turun untuk berdakwah dan memperkenalkan mereka dengan agama, seharusnya tangan-tangan tersebut ada yang menyabut tapi mengapa ini tidak, ada faktor lain apakah yang menyebabkan desa buntet menjadi desa yang tertinggal

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi keberagamaan masyarakat desa buntet berada pada tingkat kurang, menurutku apabila suatu masyarakat yang kurang dalam agama maka hal lainnya pun akan kurang, karena agama adalah pegangan hidup, jalan hidup ini. Bukan hanya pemenuhan kebutuhan jasmani yang dibutuhkan namun harus seimbang juga pemenuhan kebutuhan rohani agar hidup ini mendapatkan ketenangan hidup.











Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Ensiklopedia Tasawuf Filsafat dan Informatika FFSS - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Fitrah Ali Yusuf -